Lalai Pada Pekerjaan, Pemerintah Nepal Masukkan Perusahaan China dalam Daftar Hitam

JurnalPatroliNews – Jakarta – Pemerintah China terus menghadapi serangan balasan besar-besaran dari Pemerintah Nepal setelah puluhan perusahaan masuk daftar hitam karena kelalaian dan kelambatan penyelesaian proyek di neara itu.

Proyek-proyek seperti jalur kereta api antarnegara bagian Kathmandu-Kerung, jalur transmisi Galchhi-Rasuwagadhi-Kerung, dan ruas jalan Syafrubensi-Rasuwagadhi mengalami kerusakan akibat China, yang mengincar proyek-proyek besar Nepal dalam kerangka Belt and Road Initiative (BRI) .

Diberitakan aninews.in, pekerjaan konstruksi Proyek PLTA Nyadi 30 MW di Sungai Ngadi di Bahundanda di Lamjung, yang dimulai oleh Perusahaan Konstruksi dan Instalasi PLTA Chachiang China pada April 2013, juga dilaporkan telah tertunda.

Demikian pula, perdagangan ekonomi internasional jaringan listrik China Tengah, yang dikarenakan ada kelalaian dalam pembangunan jalur transmisi Hetauda-Bharatpur-Bardaghat, juga masuk dalam daftar hitam Otoritas Listrik Nepal (NEA).

Menyusul memburuknya citra global, Duta Besar China untuk Nepal, Hou Yanqi menyelenggarakan konferensi pers pada 21 April, dan menyalahkan pergantian pemerintahan atas kelalaian tersebut.

Dia mencatat bahwa kegagalan investor China untuk membangun proyek besar dan kelalaian kontraktor disebabkan oleh perubahan pemerintahan di Nepal. Dia pun meminta pertanggungjawaban sebagai pembelaaan pada kontraktor China dan perusahaan yang masuk daftar hitam.

Setidaknya, ada anggaran 300 juta rupee Nepal yang disimpan sebagai jaminan kinerja oleh perusahaan yang dioperasikan oleh agen Nepal Deepak Bhatt ini. NEA pun telah memulai tender ulang untuk proses kontrak.

NEA menyatakan telah memperingatkan kontraktor China Kwangsi Hydro and Electrical Construction, yang telah dipercayakan dengan Proyek PLTA Madhya Bhotekoshi 102 MW di Sindhupalchowk, untuk memasukkan ke dalam daftar hitam, memutuskan kontrak, dan mewajibkn membayar denda jika pekerjaan tidak selesai dalam waktu lima tahun berikutnya.

Apalagi, sudah ada kesepakatan mengenai “Rencana Kerjasama Energi” yang dicapai saat kunjungan Presiden China Xi Jinping ke Kathmandu pada Oktober 2019, namun belum ada kemajuan. Proyek tersebut dikatakan sebagai titik awal untuk meningkatkan kerja sama di sektor energi, Khabarhub melaporkan.

Perusahaan-perusahaan China telah menunda pekerjaan tidak hanya di pembangkit listrik tenaga air dan infrastruktur Nepal, tetapi juga di bidang penerbangan. Biaya konstruksi meningkat karena kurangnya ketulusan dari pihak kontraktor China dan rendahnya kualitas proyek yang diserahkan ke Nepal telah membuat pusing Pemerintah Nepal.

Menurut Otoritas Penerbangan Sipil Nepal (CAAN), China Shaanxi Construction Engineering, yang lalai dalam pembangunan bandara, masih masuk daftar hitam.

Sumber CAAN menunjukkan bahwa pembangunan Bandara Internasional Gautam Buddha, yang seharusnya beroperasi pada tahun 2017 oleh kontraktor China, pembangunan bandara penerbangan sipil barat laut, baru selesai setelah lima tahun dari waktu yang ditentukan.

Bahkan, bandara Pokhara yang diharapkan selesai pada 2021 juga dalam kondisi bobrok. Bandara Pokhara, yang dibangun oleh perusahaan China CAMC dengan pinjaman 214,7 juta dolar AS dari China Import-Export Bank (EXIM), secara teknis tidak segera beroperasi. Namun, pemerintah sudah mulai membayar bunga 2 persen atas pinjaman China 75 persen.

China, yang pernah berjanji untuk membawa kemakmuran ke Nepal melalui investasinya, kini telah meninggalkan lusinan proyek skala besar di negara Himalaya itu setelah ketegangan muncul dalam hubungan Nepal-India pada tahun 2015

Komentar