Cegah Remaja dari Hoaks Vaksin Covid-19 di Medsos, Begini Saran IDAI

JurnalPatroliNews – Hoaks vaksin Covid-19 juga bisa menerpa remaja lewat media sosial. Untuk itu, guru dan juga teman sebaya diharapkan bisa berperan aktif dalam mencegah remaja terpapar hoaks mengenai vaksin Covid-19.

Tujuannya, agar remaja usia 12-17 tahun yang sudah masuk kelompok prioritas vaksinasi Covid-19 itu memahami pentingnya imunisasi tersebut.

“Guru itu berperan penting di sekolah untuk memengaruhi anak, karena kadang anak lebih percaya guru daripada orangtua. Kemudian juga remajanya lagi, misalnya ketua OSIS atau perkumpulan remaja kita edukasi untuk menjadi edukator kepada seumurnya,” kata Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) prof. Dr. Cissy B. Kartasasmita saat berbincang langsung dengan suara.com, Selasa (20/7/2021).

Akan tetapi, edukasi kepada remaja yang akan menjadi pelopor jangan hanya menyuruh mereka untuk taat protokol kesehatan. Menurut dokter Cissy, mereka juga perlu dijelaskan adanya risiko paparan virus dari berbagai varian yang lebih menular. Sehingga potensi tertular dan sakit berat menjadi lebih berisiko jika tidak divaksinasi.

“Kalau seseorang sudah divaksin, sakit lagi, daya tahan tubuhnya mungkin lebih baik, antibodinya juga jadi lebih baik. Mungkin juga dia terkena varian yang baru, menurut penelitian masih bisa diproteksi oleh vaksin yang ada sekarang,” ucapnya.

“Ini yang harus kita perhatikan. Jadi anak-anak enggak bisa kalau cuma dari orangtuanya. Kadang melihat TV juga bingung, satu pakar bilang ini, pakar lain bilang itu. Apalagi kita harus memenangkan terhadap medsos itu. Jangan medsos yang memberikan informasi salah. Biarlah mereka (medsos) berbicara, tapi kita harus bicara lebih keras,” imbuh dokter Cissy.

Tetapi bagaimana jika orangtua sendiri yang masih khawatir dengan keamanan vaksin Covid-19? Dokter Cissy menegaskan bahwa pembuatan vaksin Covid-19 sudah diuji berkali-kali. Sebelum diberikan kepada anak, uji klinis lebih dulu dilakukan pada orang dewasa, bahkan sebelumnya lagi pada binatang. Uji klinis pembuatan vaksin umumnya harus melewati tiga fase selama pengujian pada manusia.

“Kalau enggak aman di salah satu fase, harus dicari dulu (penyebabnya), enggak boleh langsung ke anak. Jadi jangan takut, karena pada dewasa dilakukan, kemudian dilakukan uji juga pada anak berapa ribu kasus,” ujarnya.

Dari hasil uji klinis vaksin Covid-19 produksi Sinovac, China, efek samping atau kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) bahkan lebih kecil dan ringan pada anak.

Memperingati Hari Anak Nasional pada 23 Juli, dokter Cissy berpesan bahwa anak juga harus dijaga dari risiko paparan Covid-19. Anak dan keluarganya harus tetap taat protokol kesehatan di manapun berada agar tidak jadi sumber penularan.

“Kalau sudah positif, jangan putus asa, itu bisa diatasi dengan berbagai pedoman yang sudah ada. Jangan takut pada vaksin, itu aman dan sudah diteliti dengan baik. Tapi takutlah pada penyakit Covid-19,” pungkas dokter Cissy.

(sc)

Komentar