Jaksa Heran Hakim Tunda Sidang PK Djoko Tjandra Setelah 3 Kali Mangkir

JurnalPatroliNews – Jakarta, Jaksa pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan, Ridwan Ismawanta, mengaku tak mengetahui secara pasti alasan Majelis Hakim memutuskan menunda sidang permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan terpidana dan buronan pengalihan hak tagih Bank Bali Djoko Tjandra hingga Senin (27/7/2020) pekan depan.

Padahal, Djoko Tjandra telah tiga kali mangkir atau tidak menghadiri persidangan dengan alasan sakit di Kuala Lumpur, Malaysia. Bahkan, dalam persidangan pada Senin (6/7/2020) lalu, Majelis Hakim telah mengultimatum kuasa hukum untuk menghadirkan Djoko Tjandra di persidangan.

“Tanya ke Hakim. Saya juga heran,” kata Ridwan usai persidangan di PN Jaksel, Senin (20/7/2020).

Diketahui, Majelis Hakim memutuskan menunda persidangan hingga pekan depan dengan agenda pendapat Jaksa mengenai permohonan dan proses persidangan PK yang diajukan Djoko Tjandra. Keputusan ini diambil Majelis Hakim setelah mendengar surat Djoko Tjandra yang dibacakan kuasa hukumnya, Andi Putra Kusuma.

Dalam surat yang ditandatanganinya di Kuala Lumpur, Malaysia tertanggal 17 Juli 2020, Joko mengaku kondisi kesehatannya menurun. Untuk itu, Joko meminta Majelis Hakim agar persidangan pemeriksaan PK yang diajukannya digelar secara daring atau virtual.

Usai membacakan surat dari kliennya, Andi Putra Kusuma meminta Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada pihaknya untuk menghadirkan Djoko Tjandra. Dalam persidangan itu, Jaksa sempat mengingatkan Majelis Hakim mengenai ultimatumnya agar kuasa hukum menghadirkan Joko Tjandra di persidangan.

Meski demikian, Majelis Hakim memutuskan persidangan ditunda pekan depan dengan agenda mendengarkan pendapat Jaksa.

Ridwan yang juga Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Jaksel mengatakan, pihaknya berpegang teguh pada Surat Edaran MA (SEMA) nomor 1 tahun 2012 yang menyatakan, terpidana atau pemohon PK harus hadir di persidangan. Untuk itu, Jaksa meyakini Hakim bakal memutuskan tidak menerima PK Djoko Tjandra.

“Kalau kami pada prinsipnya sesuai dengan SEMA nomor 1 tahun 2012 kehadiran terpidana itu wajib, wajib hadir. Isi pendapat jelas sesuai SEMA nomor 1/2012 pemeriksaan permohonan PK di PN wajib dihadiri terpidana. Kita yakin menang,” katanya.

Diberitakan, Djoko buron dan melarikan diri ke Papua Nugini sehari sebelum Mahkamah Agung (MA) membacakan amar putusan yang menerima Peninjauan Kembali Kejagung terkait kasus korupsi cessie Bank Bali. Majelis PK MA memvonis Direktur PT Era Giat Prima itu bersalah dan menjatuhkan hukuman 2 tahun pidana penjara.

Selain itu, Djoko Tjandra juga dihukum membayar denda Rp 15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk negara.

Pengajuan PK oleh Kejagung itu lantaran pada putusan sebelumnya oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Djoko Tjandra divonis bebas dalam perkara korupsi cessie Bank Bali.

Namun, sehari sebelum putusan MA dibacakan pada Juni 2009, Djoko diduga kabur meninggalkan Indonesia dengan pesawat carter dari Bandara Halim Perdanakusuma menuju Port Moresby. Joko kemudian diketahui telah pindah kewarganegaraan ke Papua Nugini pada Juni 2012.

Setelah lama “menghilang” Djoko kembali membuat geger lantaran menginjakkan kaki di Tanah Air tanpa terdeteksi.

Djoko sempat membuat KTP elektronik yang dipergunakannya untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas perkara yang menjeratnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 8 Juni 2020. Namun, Djoko Tjandra mangkir dalam dua persidangan PK yang diajukannya di PN Jaksel, yakni pada 29 Juni 2020 dan 6 Juli 2020.

Tim kuasa hukum mengklaim Djoko Tjandra sedang dirawat di rumah sakit di Malaysia. Atas ketidakhadirannya, Majelis Hakim menunda persidangan hingga Senin (20/7/2020). Dalam persidangan pada 6 Juli lalu, Majelis Hakim telah mengultimatum kuasa hukum untuk menghadirkan Djoko Tjandra pada persidangan hari ini.

Tak hanya membuat KTP elektronik dan mengajukan PK di PN Jaksel, Djoko juga sempat membuat paspor di Kantor Imigrasi Jakarta Utara pada 22 Juni 2020, meski paspornya dicabut seminggu kemudian. Bahkan, belakangan Djoko diketahui dapat berkeliaran dengan bebas dari Jakarta menuju Pontianak, Kalimantan Barat “berkat” surat jalan dan surat bebas Covid-19 yang dikeluarkan dan dibantu oleh Kepala Biro Pengawasan (Korwas) PPNS Bareskrim Brigjen Prasetijo Utomo.

Buntut dari persoalan ini, Prasetijo dicopot dari jabatannya dan ditahan Provost untuk menjalani pemeriksaan. Tak hanya itu, skandal Djoko Tjandra juga membuat Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte dan Sekretaris NCB, Brigjen Nugroho Slamet Wibowo dicopot dari jabatan mereka.

Sementara Joko Tjandra yang telah mengobrak-abrik muruah sejumlah institusi dan lembaga penegak hukum seakan kembali “menghilang” hingga saat ini.

(bs)

Komentar