“Saya berbicara atas nama para petani yang telah memberikan kuasa kepada saya. Masak saya ngga boleh bicara? Saya berbicara berdasarkan fakta di lapangan. Memang benar tanah petani dirampas. Buktinya petani diusir, tanah mereka ditembok. Itu apa artinya,” tandas Tirtawan.
Tirtawan juga mengaku heran, kenapa setelah lengser dari jabatan Bupati Buleleng baru Putu Agus Suradnyana melaporkan Tirtawan ke Polres Buleleng. Kata Tirtawan, yang dituding merampas tanah mliki petani itu Bupati Buleleng bukan Putu Agus Suradnyana. “Kenapa waktu masih jadi Bupati tidak lapor, kok sekarang sudah tidak menjadi Bupati Buleleng baru lapor. Yang saya lapor itu Bupati Buleleng. Kalau sekarang dia tidak lagi menjadi Bupati, baru lapor saya, apakah relevan? Makanya polisi harus jeli,” kritik Tritawan.
“Para petani diusir dari tanah yang ditempati dan digarap secara turun-temurun sejak tahun 1950-an, sehingga rakyat tidak bisa melangsungkan kehidupan dan penuh intimidasi, apakah ini tujuan pemerintah atau negara? Terlebih rakyat membayar pajak dari dulu sampai saat ini karena memiliki sertifikat tahun 1959, surat garap tahun 1968 yang tidak boleh dipindahtangankan, SK Mendagri tahun 1982 untuk sertifikat hak milik dan beberapa SHM. Apakah salah ketika peristiwa tersebut dikatakan ‘perampasan’?” tandas Tirtawan lagi.
Komentar