Diduga Sewenang-wenang, Pengurus IAPI Digugat Ribuan Akuntan Publik

JurnalPatroliNews – Jakarta – Ribuan akuntan publik yang sudah memegang Certified Public Accountant (CPA) merasa dirugikan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) yang dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) diduga sewenang-wenang.
Tercatat 2.500 pemegang CPA resmi mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada 27 September 2021, yang diwakili oleh Tubagus Ismail, Joni Wanson Purba dan Rosalin Hutahayan.

Salah satu pemegang sertifikat CPA, Affandy yang juga sebagai pengacara mengatakan, hal ini sehubungan dengan dugaan pengurus IAPI melakukan kesewenang-wenangan dalam menjalankan amanah Undang Undang (UU) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

Affandy menyebutkan, IAPI diduga tidak dengan baik menjalankan UU 5/2011 tentang Akuntan Publik, dan PMK Nomor 154/PMK.01/2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Akuntan Publik, dengan sewenang-wenang.

“Gugatan ini bermula dengan adanya kebijakan IAPI yang mempersulit para 2.500 pemegang CPA untuk menjadi Akuntan Publik atau membuat Kantor Akuntan Publik,” ujar Affandy kepada wartawan, Minggu, (7/11).

Affandy mengurai, UU 5/2011 dan PMK 154 dengan jelas menyatakan bahwa syarat mengajukan izin Ap atau KAP adalah memiliki Sertifikat tanda lulus ujian profesi Akuntan Publik (CPA), dan mempunyai pengalaman melakukan auditi 1.000 jam.

Namun katanya, kebijakan IAPI malah jauh dari kata menjalankan amanat UU dan PMK. Karena, pemegang sertifikat CPA untuk mendapatkan rekomendasi mengajukan izin harus melalui Ujian kembali sebagai pengganti verifikasi pengalaman kerja.

“Yaitu Ujian AASL dengan biaya Rp 3.000.000,- dan ujian komprehensif Rp 3.500.000,” sambungnya menerangkan.

Affandy dan rekannya menduga, hasil ujian-ujian tersebut tidak bisa dipertanggung jawabkan oleh pengurus IAPI. Sebab,  sampai dengan penggantian pengurus baru, laporan keuangan tahun 2020 tidak dipertanggung jawabkan, sebagaimana lazimnya habis masa kepengurusan.

“Untuk melegalkan ujian tersebut, IAPI menerbitkan  Peraturan Asosiasi (PA) nomor 5 dan No. 13 tahun 2021 yang dikeluarkan bersamaan menjelang berakhirnya masa kepengurusan pengurus (2016-2021). Meskipun peraturan baru diterbitkan namun ujian untuk memperoleh izin tersebut sudah diberlakukan sejak tahun 2018.” jelasnya.

Atas kebijakan yang bertentangan tersebut, para pemegang sertifikat CPA menuntut dengan mendaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 27 September 2021 dengan nomor perkara 817/Pdt.G/2021/PN JKT SEL.

Sebelum masalah masuk ke pengadilan  para pemegang sertifikat CPA telah melakukan pengiriman surat kepada Assosiasi (IAPI) juga kepada P2PK (Pusat Pembinaan Profesi Keuangan) Kementrian Keuangan mempertanyakan kebijakan tersebut.

Selanjutnya, karena tidak menemukan jalan keluar para pemegang Sertifikat CPA yang diwakili beberapa orang menuntut  tergugat IAPI dan turut tergugat  P2PK dipengadilan Negeri baik secara perdata sebesar 9,3 miliar.

“Affandy menegaskan, menyikapi permasalahan Akuntan Publik tersebut, seharusnya Pemerintah dalam hal ini Kementrian Keuangan, melalui P2PK harus meninjau PMK juga bila perlu mengusulkan perubahan UU yang memberikan hanya satu assosiasi (IAPI) yang ditunjuk untuk merekomendasi izin Akuntan Publik,” ujarnya.

Ia menilai, hal tersebut sudah tidak seirama dengan UU anti monopoli dan juga kebijakan pemerintah untuk memudahkan isin Usaha dalam rangka memajukan perekonomian dan memperluas lapangan kerja.

“Kalau hanya Assosiasi Akuntan Publik (IAPI) yang bisa merekomendasi izin Akuntan Publik maka tidak tercipta persaingan dan percepatan pertumbuhan Akuntan Publik. Sampai saat ini di Indonesia hanya ada 1.400 Akuntan Publik, dengan penduduk yang begitu luas sudah seharusnya pengurusan izin AP dipermudah,” tutup Affandy.

Komentar