JurnalPatroliNews – Jakarta – Rencana pemerintah memindahkan ibu kota ditolak oleh sejumlah kalangan. Bahkan ada yang membuat petisi penolakan pemindahan Ibu Kota Negara ini.
Mengutip change.org, inisiator petisi ekonom senior Faisal Basri hingga eks bos KPK Busyro Muqqodas menyebut jika 2022-2024 bukan waktu yang tepat untuk memindahkan Ibu Kota Negara.
Petisi ini dibuat oleh Narasi Institute dan membutuhkan 5.000 tanda tangan. Dalam deskripsi CEO dan Co-Founder Narasi Institute Achmad Nur Hidayat mengungkapkan jika pemindahan Ibu Kota Negara di tengah situasi pandemi COVID-19 bukanlah hal yang tepat.
“Apalagi kondisi rakyat dalam keadaan sulit secara ekonomi sehingga tidak ada urgensi bagi pemerintah memindahkan ibu kota negara,” kata dia dalam petisinya, dikutip Sabtu (5/2/2022).
Kemudian pemerintah dinilai harus fokus menangani varian baru omicron yang membutuhkan dana besar dari APBN dan PEN.
Pembangunan Ibu Kota Negara saat seperti ini diharapkan dipertimbangkan dengan baik, mengingat saat ini Indonesia memiliki utang luar negeri yang besar, defisit APBN besar di atas 3% dan pendapatan negara yang turun.
“Adalah sangat bijak bila Presiden tidak memaksakan keuangan negara untuk membiayai proyek tersebut. Sementara infrastruktur dasar lainnya di beberapa daerah masih buruk, sekolah rusak terlantar dan beberapa jembatan desa terabaikan tidak terpelihara,” jelas dia.
Proyek pemindahan dan pembangunan ibu kota negara baru juga dinilai tidak akan memberi manfaat bagi rakyat secara keseluruhan dan hanya menguntungkan segelintir orang saja.
Karena itu, pemindahan ibu kota negara dari Jakarta dianggap sebagai bentuk kebijakan yang tidak berpihak secara publik secara luas melainkan hanya kepada penyelenggara proyek pembangunan tersebut.
Penyusunan naskah akademik tentang pembangunan Ibu Kota Negara Baru juga dinilai tidak disusun secara komprehensif dan partisipatif terutama dampak lingkungan dan daya dukung pembiayaan serta keadaan geologi dan situasi geostrategis di tengah pandemi.
Lokasi yang dipilih berpotensi menghapus pertanggungjawaban kerusakan yang disebabkan para pengelola tambang batubara. Tercatat ada sebanyak 73.584 hektare konsesi tambang batu bara di wilayah IKN yang harus dipertanggungjawabkan.
Komentar