Ingat Jasa Anies Baswedan, Puluhan Tahun Tinggal di Zona Bahaya, Warga Tanah Merah Berbagi dari Posko Pengungsian

Setelah kejadian kebakaran Depo Pertamina Plumpang yang menelan belasan korban jiwa pada Jumat, 3 Maret lalu, banyak pihak mengecam Izin Mendirikan Bangunan (IMB) kawasan yang diterbitkan era Anies Baswedan jabat Gubernur DKI. Karena kebijakan itu, warga bebas menempati kawasan Tanah Merah Bawah yang berdempetan dengan Depo Pertamina.

Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) DKI Sarjoko mengatakan, tujuan Anies menerbitkan IMB kawasan lantaran ingin memberikan hak warga setempat. Apalagi, mereka sudah puluhan tahun tinggal di dekat Depo Pertamina Plumpang itu. “Untuk IMB yang pernah diberikan itu kan sebenernya hanya semata dukungan supaya kebutuhan layanan dasar di sana bisa terpenuhi,” ujar Sarjoko saat dikonfirmasi, Senin, 13 Maret 2023.

Beberapa hak mendasar warga yang perlu dipenuhi, misalnya seperti layanan air bersih hingga perbaikan jalan. Dengan adanya IMB kawasan, maka pemerintah tak lagi beralasan tak bisa memenuhi kebutuhan warga tersebut. “Misalnya, air bersih, air minum, kemudian aksesibilitas jalan, mobilitas ekonomi,” ucapnya.

Lebih lanjut, Sarjoko menyebut untuk solusi penanganan korban jangka panjang terkait penggunaan lahan itu masih dibahas oleh pemerintah pusat. “Ini kan lagi dicarikan opsi penyelesaian jangka panjangnya, kami belum tahu apa yang mau dipilih,” katanya.

Tata Ulang Kawasan Plumpang

Pengamat Tata Kota dari Universitas Al-Azhar, Nirwono Joga menyarankan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta segera melakukan penataan ulang kawasan sekitar Depo Pertamina Plumpang, Jakarta Utara. Hal ini menyusul kejadian kebakaran besar karena ledakan depo pada 3 Maret lalu.Menurut Nirwono, pembangunan depo Pertamina di Plumpang berdasarkan sejarahnya sudah sesuai dengan Rencana Induk Djakarta 1965-1985. Saat itu, wilayah sekitar depo masih tanah kosong dan rawa tanpa adanya permukiman.

“Dalam Rencana Umum Tata Ruang DKI Jakarta 1985-2005 pun keberadaan Depo Plumpang masih dipertahankan dan dilindungi sebagai fasilitas penting nasional,” ucapnya.

Masalah disebutnya baru muncul mulai tahun 1985 hingga 2.000-an ketika banyak orang yang datang ke sekitaran lokasi. Ia menyebut hal ini wajar karena depo skala besar itu pasti akan mengundang banyak orang untuk datang mendukung kebutuhan pekerja, mulai eari warung makan, indekos, hingga toko lainnya.

“Perlahan tapi pasti membentuk permukiman ilegal (dan legal) yang memadati ke arah depo dan sekitar, terutama pada periode 1985-1998 dan 2000-sekarang,” kata dia.

Namun, hal itu tidak sepenuhnya memberikan dampak positif. Nirwono bilang pelanggaran mulai terjadi ketika pengendalian dan penertiban pemanfaatan ruang di sekitar depo terus dibiarkan Pemerintah DKI Jakarta.

“Dan justru diputihkan/diakui/dilegalkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah/RTRW DKI Jakarta 2000-2010 dan RTRW DKI Jakarta 2010-2030,” ucapnya.

Karena itu, ia meminta pemerintah segera menata ulang kawasan sekitar depo Pertamina di Plumpang itu. Pemanfaatan lahan harus dikembalikan sesuai dengan rencana awal.

“Ditetapkan jarak aman ideal obyek penting tersebut dan membenahi permukiman padat menjadi kawasan hunian vertikal terpadu.”

Komentar