Ingat Jasa Anies Baswedan, Puluhan Tahun Tinggal di Zona Bahaya, Warga Tanah Merah Berbagi dari Posko Pengungsian

Anies pada saat itu memiliki komitmen politik dalam program 21 kampung prioritas dengan melegalisasi lahan perkampungan yang dianggap ilegal. “Salah satu bunyinya melegalisasi lahan-lahan yang dianggap illegal. Dianggap ilegal ya, bukan ilegal. Ini termasuk dari 21 kampung prioritas,” tuturnya.

Sejak saat itulah penduduk di sana bisa merasakan menjadi warga masyarakat. Sejak saat itu warga mendapatkan yang belum pernah diterima selama ini, seperti air bersih, jalan beraspal hingga drainase pembuangan atau got.”Sebelumnya di sini hujan dikit banjir, kami pada main tinggi-tinggian rumah. Tapi gak punya got, jalan juga rusak parah,” ucapnya.

Saat itu, Anies menerbitkan IMB komunal untuk para warga. Mereka saat itu diberikan salinan IMB komunal tersebut sebanyak dua lembar. Lembar pertama merupakan izin mendirikan bangunan, kemudian pada lembar kedua, kutipan nama warga yang bertempat tinggal di sana. “Sifatnya seperti komunal per RT, nah dengan adanya IMB itu, akhirnya kampung kami bisa ditata,” jelasnya.

Berbeda dengan Frengky, Sudirman (61) warga RW 01, Bendungan Melayu, Rawabadak Selatan, sudah menetap sejak 1984. Sejak pertama menetap di sana, ia sudah memiliki KTP beralamat sesuai domisili di kampung itu. Padahal RW itu jaraknya sangat dekat dengan Tanah Merah, yang hanya terpisah jalan.Namun nasib keduanya sangat jauh berbeda. Jika Frengky yang baru memiliki KTP sesuai domisili pada era Jokowi memimpin DKI, Sudirman sudah 39 tahun punya KTP sesuai domisili.

Sudirman selaku LMK RW 01 mengungkapkan, sebanyak 90 persen warga RW 01 telah memiliki sertifikat hak milik, 10 persen lainnya dalam proses pengurusan.

“Kalau secara total, kami itu sudah 100 persen bersertifikat. 90 persen saat ada program pemerintah, sedangkan 10 persen itu masih zona kuning,” ucap Sudirman.

Zona kuning adalah pemilik lahan yang mengurus sertifikat masih terganjal dengan pemilik sertifikat lamanya. Sehingga jika ingin menerbitkan sertifikat baru, pemilik saat ini harus menelusuri pemilik sebelumnya.

Sudirman sendiri tidak mau ambil pusing soal pembuatan buffer zone atau zona penyanggah bagi Depo Pertamina dengan warga. Pun, jika terdampak relokasi, ia menerima saja dengan putusan tersebut agar tidak ada pihak yang dirugikan.

“Kalau saya tidak punya pilihan, karena bagaimanapun masyarakat kita punya pilihan. Kalau itu suatu keputusan kebijakan pemerintah, yaitu pemerintah punya kuasa,” ucapnya.

Namun jika dipaksa harus memilih antara relokasi Depo Pertamina, warga, atau pembuatan buffer zone. Ia tidak akan memilih ketiganya.

“Kalau secara emosional saya bakal pilih A dan B misalnya. Saya legowo saja apapun kebijakan pemerintah.”

Klarifikasi Pemprov DKI

Komentar