Kerap Dinyinyirin, Anies Baswedan Tiba-tiba Sebut Pemimpin Kosmetik, Nyindir?

JurnalPatroliNews Jakarta – Penanganan Corona di DKI Jakarta terus menuju ke arah yang lebih baik. Jakarta sudah masuk zona hijau. Tingkat vaksinasi tinggi, angka kasus aktif rendah. Apa rahasianya? Menurut Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, menangani Corona diperlukan pemimpin yang kerja otentik, bukan kosmetik.

Sampai kemarin, total pasien yang masih dirawat karena Corona di Jakarta tinggal 8.531. Sedangkan total kasus yang sembuh sudah mencapai 824.227 orang. Kasus aktif secara keseluruhan di Jakarta mencapai 845.931 dengan adanya penambahan 701 orang.

Vaksinasi di Jakarta untuk dosis 1 saat ini, sudah mencapai 104,6 persen menyasar ke 9.351.093 orang. Sedangkan vaksin dosis ke 2 baru mencapai 54,2 persen atau sekitar 4.845.271 orang.

Pemprov DKI Jakarta juga melaporkan, seluruh wilayah di Ibu Kota sudah masuk zona hijau. Hal ini berbeda jauh dengan di bulan Juli, hampir seluruh wilayah DKI masuk zona merah penyebaran Corona.

Kemarin, dalam diskusi daring “Peran Masjid di Tengah Pandemi Covid-19”, Anies berbagi pengalaman soal penanganan pandemi di Jakarta. “Saya sering bilang, menangani Covid-19 itu jangan (pakai) kosmetik, jangan pakai touch up. Kalau kerja menangani pandemi begini itu, pakai kerja-kerja otentik,” kata Anies.

Eks Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini menuturkan, saat Corona dideklarasikan sebagai pandemi, Maret tahun lalu, Pemprov DKI Jakarta telah memprediksi masalah ini akan berlangsung lama. Pemprov DKI Jakarta langsung membangun organisasi Puskesmas. Dalam organisasi ini, Puskesmas berkoordinasi dengan rumah sakit daerah. Pihaknya juga membangun manajemen distribusi, informasi dan pengelolaan data.

Pada masa awal pandemi, kata Anies, organisasi ini banyak bekerja untuk mendistribusikan logistik penanganan Covid-19. “Ketika vaksin itu datang, maka dia mengikuti sistem distribusi yang kita bangun selama ini,” ujar Anies.

Upaya itu, menurut Anies, menjadi salah satu faktor tingkat vaksinasi DKI Jakarta mencapai angka 104 persen. “Jakarta, vaksin 2 juta orang 10 hari selesai,” tutur Anies.

Menurut Anies, meskipun terbangun, sistem ini tidak terlihat dan tidak bisa difoto. Sehingga, sistem tersebut tidak bisa dicitrakan. Namun, lanjut dia, hasil kerja penanganan pandemi itu bisa dilihat dari data penanganan Corona.

“Jadi bangun sistem, bangun data yang benar. Nanti akan terlihat penanganannya benar apa tidak,” jelas Anies.

Jika target penanganan Corona tidak tercapai berdasarkan laporan data yang ada, hal itu menunjukkan sistemnya tidak berjalan. “Lagi-lagi kalau kita membangun sistem, nggak bisa dicitrakan, nggak bisa pake kosmetik,” ujar Anies.

Di tempat terpisah, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria mengklaim Ibu Kota sudah berstatus zona hijau. Perubahan zona ini seiring dengan percepatan vaksinasi, sehingga tercipta herd immunity atau kekebalan komunal. Meski begitu, Riza tetap meminta warga tak abai protokol kesehatan.

Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman mengapresiasi kinerja Pemprov DKI dalam menangani pandemi. Bukan hanya sukses mencapai target vaksinasi, tetapi juga konsisten menerapkan 3T. “Patut dicontoh oleh daerah lain,” pesannya, kemarin.

Meskipun kasus Corona terkendali, Dicky sepakat, Jakarta jangan terburu-buru mencabut PPKM Level 4. Karena seluruh daerah di dunia ini harus tetap mewaspadai varian Delta ini.

“Sebagai kota metropolitan, Jakarta banyak didatangi warga dari wilayah penyangga. Tiba-tiba bisa saja kasus meledak lagi,” imbuhnya.

Terkait tingginya vaksinasi di Jakarta, Dicky tidak sepakat kalau kemudian Ibu Kota diklaim sudah mencapai herd immunity. Sekalipun vaksinasinya lebih dari 70 persen. “Di dunia, meski pakai vaksin yang efikasinya tinggi, belum bisa mengklaim kapan herd immunity. Apalagi Indonesia,” terangnya.

Sementara itu, Pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin justru menyoroti bahasa Anies yang menyinggung pemimpin kosmetik. Kata dia, istilah yang dipakai Anies itu untuk menyinggung pihak lain yang selama ini lebih sibuk pencitraan dalam menangani pandemi.

“Anies menganggap pihak yang dikritiknya menangani pandemi tak apa adanya, tapi ada apanya. Dan tak sesuai data. Tapi data yang dimainkan. Sehingga, seolah-olah hasilnya bagus,” ulas Ujang.

Siapa yang disindir? “Mungkin saja lawan politiknya. Atau menyindir pihak yang selama ini nyinyir padanya,” kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Review ini.

Selain itu, Ujang juga menilai, bisa saja Anies sedang membandingkan penanganan pandemi di DKI, pusat, atau daerah lain. Karena dinilai banyak data yang dipoles. “Padahal kenyataannya, sebaliknya,” tegasnya.

Komentar