KPK Tahan Dirut PT Amarta Karya Terkait Proyek Fiktif Rugikan Negara Rp 46 M

JurnalPatroliNews – Jakarta –KPK telah resmi menahan Catur Prabowo selaku Direktur Utama PT Amarta Karya. Dia ditahan usai diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek fiktif yang merugikan negara hingga Rp 46 miliar.

“Dalam rangka kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan tersangka CP [Catur] untuk 20 hari pertama terhitung 17 Mei 2023 sampai dengan 5 Juni 2023 di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam keterangan persnya, Rabu (17/5).

Catur menyusul satu tersangka lain dalam kasus ini, yang juga sudah terlebih dahulu ditahan KPK, yakni Trisna Sutisna. Dia merupakan Direktur Keuangan PT Amarta Karya.

Kasus Proyek Fiktif

Kasus ini dimulai pada 2017, ketika Catur Prabowo memerintahkan Trisna dan pejabat akuntansi di PT Amarta Karya untuk mempersiapkan sejumlah uang yang diperuntukkan bagi kebutuhan pribadi Catur Prabowo.

“Untuk merealisasikan perintah tersebut, nantinya sumber uang diambil dari pembayaran berbagai proyek yang dikerjakan PT AK Persero,” ungkap Alex.

Sebagai realisasinya, Trisna bersama dengan beberapa staf di PT Amarta Karya kemudian mendirikan dan mencari badan usaha berbentuk CV. Badan usaha itu digunakan menerima pembayaran subkontraktor dari PT Amarta Karya tanpa melakukan pekerjaan subkontraktor yang sebenarnya (fiktif).

Pada tahun 2018, dibentuk beberapa badan usaha CV fiktif sebagai vendor yang akan menerima berbagai transaksi pembayaran dari kegiatan proyek itu.

“Hal ini sepenuhnya atas sepengetahuan Tersangka CP dan Tersangka TS,” ungkap Alex.

Untuk pengajuan anggaran pembayaran vendor, Catur selalu memberikan disposisi ‘lanjutkan’. Dibarengi dengan persetujuan Surat Perintah Membayar (SPM) yang ditandatangani Trisna.

“Buku rekening bank, kartu ATM dan bongol cek dari badan usaha CV fiktif dipegang oleh staf bagian akuntansi PT AK Persero yang menjadi orang kepercayaan dari Tersangka CP dan Tersangka TS agar memudahkan pengambilan dan pencairan uang sesuai dengan permintaan Tersangka CP,” papar Alex.

Diduga ada sekitar 60 proyek pengadaan PT Amarta Karya yang disubkontraktorkan secara fiktif oleh Catur dan Trisna, di antaranya:

  • Pekerjaan konstruksi pembangunan rumah susun pulo jahe, Jakarta Timur
  • Pengadaan jasa konstruksi pembangunan gedung olahraga Universitas Negeri Jakarta
  • Pembangunan laboratorium Bio Safety Level 3 Universitas Padjadjaran.

“Uang yang diterima Tersangka CP dan Tersangka TS kemudian diduga antara lain digunakan untuk membayar tagihan kartu kredit, pembelian emas, perjalanan pribadi ke luar negeri, pembayaran member golf dan juga pemberian ke beberapa pihak terkait lainnya,” terang Alex.

“Akibat perbuatan kedua Tersangka tersebut, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp 46 miliar,” pungkas Alex.

Atas perbuatannya keduanya disangkakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Komentar