Over Produksi Parah, DPR: RI Tak Butuh Pabrik Semen Baru

JurnalPatroliNews – Jakarta, Meskipun sudah ada kebijakan moratorium, namun ternyata ada izin pabrik semen baru di sejumlah daerah Indonesia. Pembangunan pabrik baru ini ditentang oleh banyak pihak, melihat kondisi industri semen yang sudah over supply atau kelebihan pasokan parah.

Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade, mengatakan saat ini Indonesia sudah kelebihan pasokan sangat tinggi. Produksi semen mencapai 120 juta ton per tahun, sementara dengan kondisi pandemi saat ini konsumsi dalam negeri hanya 70 juta ton.

“Sehingga ada oversupply mencapai 50 juta ton, agak aneh melihat tingkat pertumbuhan konsumsi semen 4% per tahun, sehingga kita tidak perlu membangun pabrik lagi hingga 2030,” katanya kepada CNBC Indonesia TV, Jumat (3/9/2021).

“Tapi pemerintah menutup mata soal itu, dan memberikan izin pabrik baru, padahal janjinya memberikan moratorium jadi kita terus terang bingung janji moratorium tapi faktanya izinnya masih diberikan yang di Kutai, Kalimantan itu kapasitas produksinya 12 juta ton,” tambahnya.

Menurut Andre ini membahayakan investasi pabrik semen yang sudah masuk ke Indonesia sebelumnya. Karena kue pasar akan akan kembali diperebutkan kembali dengan pemain baru.

Selain itu utilitas atau tingkat produksi pabrik semen saat ini baru mencapai 60%-65%. Sehingga tidak diperlukan membangun pabrik baru.

“Kalau dibilang Indonesia Timur itu masih kurang kita ada semen Tonasa, ada 10 juta ton di Kalimantan tentu Tonasa akan fokus menjual di Indonesia bagian timur. ada Semen Kupang dan Indocement juga. Kapasitas produksi kita berlimpah. Lalu kebutuhan kita hanya 70 juta ton, jadi over supply 50 juta ton,” jelasnya.

“Lalu dengan tingkat pertumbuhan 4%, membuat kita tidak membutuhkan pembangunan pabrik baru hingga 2030. Ketiga yang mengkhawatirkan saya ada praktek predatory pricing, dimana banyak investor dari China sengaja jual murah sehingga menghancurkan harga semen nasional. Dan KPPU 5 Januari 2021 itu Conch di Kalimantan itu bermasalah di denda Rp 22 miliar,” tambahnya.

Andre mengatakan pemerintah tidak melihat kepentingan investor lama dan industri karena membuka izin pabrik baru ini. Sehingga dia mempertanyakan ini menjadi kepentingan untuk Indonesia atau investor baru.

(cnbc)

Komentar