Prof. Rokhmin Dahuri: Jangan Sepelekan Sumber Daya Kelautan Indonesia

JurnalPatroliNews – Jakarta,- Sumber daya laut Indonesia masih dianggap enteng. Kontribusi semua sektor yang terkait dengan ekonomi maritim terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia hanya 22%. Jauh lebih kecil dibandingkan negara-negara yang wilayah maritimnya lebih kecil dari Indonesia, seperti Thailand, Jepang, Korea Selatan, China, Islandia, dan Norwegia, yang kontribusi ekonomi maritimnya berkisar antara 30%-60% dari PDB masing-masing.

“Padahal, sebelum era kolonial, Indonesia telah menjadi negara maritim yang disegani dunia. Kejayaan kerajaan Tarumanagara, Sriwijaya, dan Majapahit adalah bukti bahwa nenek moyang kita telah menaklukkan lautan. Dominasi Majapahit dan Sriwijaya diikuti oleh Kerajaan Islam yang tersebar di sebagian besar Nusantara sejak abad ke-13 Masehi,” ujar Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University,  Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS, baru-baru ini.

Meski berakar sebagai bangsa pelaut, terangnya, kebijakan pembangunan selama ini bersifat sentris daratan yang berlanjut dari Orde Lama, Orde Baru, dan awal Era Reformasi (1998). Baru pada bulan September 1999, di bawah Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu, Presiden KH Abdurrahman Wahid membentuk Kementerian Kelautan dan Perikanan (DKP) dan Dewan Maritim Indonesia (DMI) sebagai salah satu wujud dari munculnya kesadaran bahwa konsep ekonomi biru sedang penting bagi kemajuan, kemakmuran, dan kedaulatan bangsa.

Namun, sampai saat ini kontribusi sektor terkait maritim terhadap pertumbuhan ekonomi nasional (seperti PDB, ekspor, dan penyediaan tenaga kerja) jauh lebih kecil dari potensinya, dan jauh lebih rendah daripada yang dicapai oleh negara lain dengan sumber daya laut yang lebih rendah. “Daya saing produk dan jasa maritim Indonesia secara umum masih kalah dibandingkan produk dan jasa sejenis dari negara lain,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan-RI 2001 – 2004 itu.

Menurut Prof. Rokhmin Dahuri, pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan sektor maritim hanya dinikmati oleh sekelompok kecil masyarakat Indonesia dan asing yang terlibat dalam berbagai kegiatan ekonomi kelautan modern. Sementara itu, sebagian besar penduduk, terutama nelayan, pedagang ikan tradisional, penumpang dan awak kapal niaga, serta pengusaha pelayaran tradisional masih bergelimang kemiskinan.

Selain itu, pencemaran air, degradasi fisik ekosistem pesisir (seperti mangrove, padang lamun, terumbu karang, dan muara), abrasi, erosi keanekaragaman hayati, perusakan spesies, dan kerusakan lingkungan lainnya yang meluas dan masif. Padahal, di wilayah pesisir yang berpenduduk padat dan/atau berintensitas tinggi dalam pembangunan (seperti Jakarta dan kota-kota di pesisir utara lainnya), kecepatan kerusakan lingkungan telah mendekati atau bahkan melampaui daya dukung lingkungan dan kelestariannya. wilayah pesisir untuk menopang kegiatan pembangunan di masa depan.

Komentar