Program EBT Konversi Bahan Bakar Fosil ke Listrik, PPP: Infrastruktur di Indonesia Sudah Siap Belum?

JurnalPatroliNews – Jakarta – Program energi baru terbarukan (EBT) menjadi unggulan pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai negara ramah lingkungan guna menarik investor yang mengandalkan green energi. Salah satu upaya untuk melaksanakan program tersebut dengan mengubah energi fosil ke energi listrik seperti mengonversi kompor gas ke listrik.

Di sisi lain, untuk mengaliri listrik ke seluruh rumah di Indonesia, PT. PLN menggunakan bahan bakar dari fosil yakni batubara yang bertentangan dengan program energi baru terbarukan untuk menciptakan iklim hijau.

Menurut Sekertaris Fraksi PPP DPR RI Achmad Baidowi, parlemen sebenarnya sudah menyelesaikan harmonisasi RUU EBT dari Komisi VII diserahkan ke badan legislasi dan dikembalikan ke Komisi VII dan telah disahkan di paripurna beberapa waktu lalu.

Di dalam UU EBT tersebut, kata politikus yang akrab disapa Awiek ini, parlemen mendesain untuk meninggalkan ketergantungan terhadap energi fosil tapi mengandalkan energi baru terbarukan dari energi air dan energi tata surya yang ramah lingkungan. Namun, dia mempertanyakan infrastruktur di Indonesia terkait program EBT ini.

“Namun sekali lagi, ini terkait infrastruktur yang ada di Indonesia sudah siap apa belum?” kata Awiek di Gedung Nusantara III, Komplek Parlemen, Senayan, Selasa(27/9).

Di sejumlah wilayah di Indonesia saat ini belum siap untuk membuat infrastruktur energi terbarukan yang ramah lingkungan. Dia mencontohkan di wilayah Jawa sudah tidak ada lagi energi air, untuk kapasitas besar sulit berkembang di Jawa tapi memungkinkan untuk wilayah dengan penduduk sedikit.

“Terus energi angin, kita kan tahu anginnya kenceng nih, energi bayu itu tapi ternyata angin kita tidak stabil tidak seperti di Belanda. Sehingga PLTA di INdonesia tidak maksimal, yang ada di sidrap. Tapi kan untuk Sulawesi keseluruhan tidak bisa. Seperti di Nusa Penida misalnya,” katanya.

Untuk energi tata surya, lanjut Awiek, kekuatan panas di Indonesia tidak terlalu panas menyengat seperti negara-negara lain, yang tidak cocok atau kurang kuat menjadi sumber energi baru terbarukan dengan kapasitas besar di seluruh wilayah Indonesia.

“Misalnya, yang ada misalkan di NTT, di Jawa kita lihat  kalau dipasang semua panel tenaga surya itu bisa tertutup bumi kita ini. Dipasang panel banyak, makanya kayak di DPR dipasang di atas sini, tapi kalau di arena terbuka kan gak bisa, kita enggak bisa justru kita enggak bisa mendapatkan sinar matahari nanti,” ucapnya.“Gara-gara ingin menyuplai tenaga surya, orangnya enggak dapat sinar matahari, malah orangya yang enggak sehat,” tutupnya.

Komentar