RAT Sang Professional Money Launderers, Ternyata Pakai Akuntan hingga Ahli Hukum untuk Cuci Uang

JurnalPatroliNews – Jakarta –Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan pihak-pihak yang terlibat dalam dugaan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh Rafael Alun Trisambodo, mantan pejabat di Ditjen Pajak, dalam mengaburkan transaksi keuangannya.

Koordinator Kelompok Hubungan Masyarakat PPATK Natsir Kongah mengatakan, pihak-pihak yang diduga sebagai professional money launderers dalam kasus RAT itu berlatar belakang studi dan profesi yang beragam, mulai dari akuntan, ahli hukum, hingga konsultan pajak.

“Jadi para profesional ini backgroundnya macam-macam latar belakangnya ada akuntan, ahli hukum, ini yang engineering uang hasil kejahatan tadi. Jadi seolah-olah tampak sah, ini kan pencucian uang yang berusaha mengaburkan,” kata Natsir dalam program Squawk Box, dikutip Rabu (8/3/2023).

Para professional money launderers ini dalam mengaburkan transaksi RAT kata Natsir biasanya menggunakan skema smurfing maupun structuring atau memecah transaksi RAT di perbankan sehingga tampak kecil. Dengan begitu, seolah-olah transaksinya tampak normal dan sah-sah saja.

Cara ini dengan memanfaatkan banyak akun bank saat bertransaksi. Kemudian, transaksi yang dilakukan dalam sehari bisa lebih kecil dari nominal yang harus dilaporkan perbankan atau penyedia jasa keuangan maupun penyedia barang dan jasa senilai Rp 500 juta per hari.

“Dia pecah-pecah kecil-kecil. Rp 100 juta pagi, di bank ini, Rp 100 juta di bank lain, siangnya, sorenya, dipecah lagi di beberapa bank Rp 300 juta. Ini upaya untuk menghindari pelaporan tapi ini dilaporkan kemudian oleh bank sebagai transaksi keuangan yeng mencurigakan,” tutur Natsir.

Dalam melakukan transaksinya pun, RAT yang memanfaatkan professional money launderers itu turut memanfaatkan nominee atau nama pihak lain. Sehingga apa yang ia beli atau ia dapatkan menggunakan nama orang lain, ini bisa saja keluarga atau badan hukum yang sah.

Akibatnya, tergambar dari transaksi di mutasi rekening RAT yang telah diblokir PPATK sebanyak 40 rekening dengan nilai debit atau kreditnya mencapai Rp 500 miliar periode 2019-2023.

Kekayaan yang dilaporkan di LHKPN nya pun senilai Rp 56,1 miliar dengan profil pejabat eselon III di Ditjen Pajak Kementerian Keuangan.

“Terduga misalnya gaji pokok Rp 5 juta tunjangan Rp 60-70 juta, kemudian ada masukan yang sah lainnya dari mengajar atau apa, sehingga profilnya katakan sebulan Rp 80 juta. Tapi satu letika mendapat aliran Rp 10 miliar, kan ini tifak wajar karena di luar profil karakteristik dia,” tutur Natsir.

Perolehan dana yang hingga di luar karakteristik atau profil RAT, kata Natsir, PPATK duga dari pihak-pihak yang bermasalah dari sisi pajak. Namun, ia belum mau merincikan siapa saja karena RAT mampu mengaburkan secara cerdik transaksinya dengan memanfaatkan professional money launderers.

“Ada juga konsultan pajak, jadi memang menariknya di kasus ini pelaku menggunakan professional money launderers. Ini seseornag yang menyediakam jasa layanam dalam pencucian uang yamg dilakukan orang lain dengan imbalan komisi atau bentuk lain sesuai perjanjian para pihak,” ungkap Natsir.

Komentar