Saatnya Kabinet Kembali Dibersihkan!

JurnalPatroliNews – Jakarta – Perlahan namun pasti, gambaran Peta Politik Indonesia 2024 sudah mulai terlihat. Seperti yang sudah saya prediksi sebelumnya, PAN dan GOLKAR pada akhirnya akan merapat ke kubu Prabowo (GERINDRA), sebagaimana PKB, meskipun Muhaimin Iskandar sudah lama tidak tahan menahan gairah politiknya yang menggebu-gebu untuk jadi Cawapres dari Capres siapapun, baik itu Capres Prabowo maupun Capres Ganjar Pranowo. 

Muhaimin nampaknya mulai sadar, mau tetap mempertahankan egonya untuk tetap memaksakan diri sebagai Cawapres, ataukah mau bersedia meredam egonya jika tidak ingin dihabisi secara politis oleh 3 poros kekuatan politik Nahdliyin, yakni Gus Yahya Cholil Staquf yang merupakan representasi dari PBNU (NU Struktural), Yenny Wahid (Gus Durian NU Kultural), dan Mahfud MD (NU Birokrat). 

Dengan sadarnya Muhaimin terhadap situasi politik ini, maka Muhaimin rela untuk dukung Prabowo meskipun tidak dijadikan Cawapresnya, melainkan mungkin hanya dapat jatah beberapa orang menteri saja. Itupun jika nanti Prabowo menang. Jika Muhaimin tetap memaksakan diri untuk jadi Cawapres, saya dengar dia akan segera berurusan dengan KPK. 

Semua orang tentu masih ingat dengan Kasus Dus Durian yang pernah menggemparkan beberapa tahun silam bukan? Jadi di NU itu ada yang Gus Durian dan ada pula yang pengikut Dus Durian. Dua kelompok ini sampai detik ini tidak pernah dapat menyatu, karena penggusuran Gus Dur dari PKB oleh Muhaimin yang direstui Presiden SBY ketika itu, sudah menjadi Trauma Hitam yang sangat sulit terlupakan. Maka bergabungnya PKB ke kubu Prabowo merupakan usaha tutup pintu Muhaimin terhadap masuknya Gus Yahya Cholil dan Yenny Wahid serta Mahfud MD pada kubu Prabowo.

Pun demikian dengan Airlangga Hartarto, yang beberapa waktu lalu dipanggil Kejaksaan Agung dan diperiksa selama 13 jam, lalu segera menemui Puan Maharani (PDIP), sepertinya tidak mendapatkan pertolongan dari PDIP (partai yang sedang berkuasa).

Akhirnya Airlangga nekat membawa gerbongnya (GOLKAR) ke kubu Prabowo. Sedangkan Zulkifli Hasan yang awalnya hendak merapat ke kubu Ganjar Pranowo, merasa gagal menduetkan Ganjar dengan Erick Tohir, hingga melompatlah Zulkifli dengan PAN nya ke kubu Prabowo.

Orang-orang mengira bahwa lompatan GOLKAR, PAN termasuk PKB yang lebih dahulu ke kubu Prabowo merupakan instruksi dari Presiden Jokowi, ya jelas salah besar. Perseteruan Presiden Jokowi dengan Ibu Megawati itu terlalu dibesar-besarkan, dan itu sebenarnya sudah sering terjadi setiap menjelang Pilpres. Celakanya banyak juga pendukung Presiden Jokowi yang mempercayai isue itu, hingga sebagian dari mereka kabur dan mendukung Capres Prabowo.

Ibu Megawati itu bukan hanya anak kandung biologis melainkan anak kandung ideologis original Bung Karno. Ibu Megawati itu maestro politik Indonesia yang sangat piawai memainkan seni politik tingkat tingginya. Kelemahan Ibu Megawati itu hanya terletak di public speakingnya, namun untuk soal membaca peta politik dan kemampuan lobbying antar elite politisinya sangat hebat.

Konstribusi Ibu Megawati itu sangat besar pada negeri ini, juga pada munculnya sosok Jokowi, karenanya sangat wajar beliau sepertinya kadang nampak kesal, dan seolah melecehkan Presiden Jokowi di muka umum.

Padahal sejatinya Ibu Mega itu tidak ingin melecehkan Presiden Jokowi dengan mengatakan Petugas Partai, memangnya kalau bukan Petugas Partai lalu petugas apa? Petugas SPBU?. Jadi itu hal yang sangat wajar.

Dan di suatu kesempatan publik diperlihatkan, Pak Jokowi duduk di kursi di depan Ibu Megawati dan Puan Maharani di satu meja kerja Ibu Megawati, seolah Presiden Jokowi sedang diceramahi Ibu Megawati lalu divideo dan dishare oleh Puan Maharani di medsos.

Ibu Megawati sepertunya hanya ingin memberi pesan ke publik, bahwa Pak Jokowi jadi orang hebat dan tersohor itu berkat dari restu Ibu Megawati, yang berarti ora ono Bu Megati ora ono Jokowi (Tidak ada Bu Megawati tidak ada Pak Jokowi). 

Namun kita ini (para loyalis Pak Jokowi) seolah memandang sebelah mata akan konstribusi Ibu Megawati selama ini pada Pak Jokowi. Kita seakan tidak pernah proporsional saat memuji Pak Jokowi dibanding dengan memuji Ibu Megawati.

Maka sebagai manusia biasa wajar jika sesekali Ibu Megawati jengkel pada kita dan beliau menunjukkan kelasnya, bahwa Bu Megawati tidak lebih kalah hebat dari Pak Jokowi.

Presiden Jokowi nampaknya sadar akan hal itu, karenanya secara pribadi Pak Jokowi –saya haqqul yakin– tidak akan menyimpan kebencian apalagi dendam pada Ibu Megawati yang berjasa besar dalam usaha membesarkan dirinya, keluarganya dan tentu pula membesarkan bangsa ini. 

Komentar