Terima Audiensi FPSMI, Menaker Ida Fauziyah: Sosialisasikan UU Cipta Kerja Secara Intensif demi Kesamaan Pandangan

JurnalPatroliNews Jakarta –  Sosialisasi Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terus dilakukan secara intensif oleh pemerintah. Terutama bagi kalangan pengusaha atau manajemen perusahaan.Hal ini diperlukan, kata Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, agar pengusaha dan pekerja memperoleh titik temu dalam memandang UU Cipta Kerja.

“Sosialisasi ini dilakukan per sektor, misalnya sektor otomotif, pariwisata, yang memiliki karakteristik dan tidak bisa disamakan dengan sektor-sektor lain,” ujar Menaker Ida Fauziyah saat menerima audiensi Forum Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) di Gedung Kemnaker, Jakarta, Rabu (8/9).

“Jadi mohon dukungan bapak ibu semua, karena saat masa transisi ini banyak hal bisa terjadi,“ tambahnya.

Menaker memahami, UU Cipta kerja merupakan produk legislasi baru yang disahkan pada 5 Oktober 2020, sehingga masih membutuhkan sosialisasi lebih masif lagi kepada stakeholder ketenagakerjaan.

Bukan hanya kepada pekerja, tapi perusahaan juga harus memiliki pemahaman yang utuh terhadap UU Cipta Kerja.

“Kami selalu minta teman-teman PHI Jamsos untuk tidak berhenti mensosialisasikan UU Nomor 11 Tahun 2020 untuk menghindari adanya salah interpretasi dari UU tersebut,“ tuturnya.

Didampingi Dirjen PHI Jamsos, Indah Anggoro Putri dan Staf Khusus Menaker, Dita Indah Sari, Menaker melakukan dialog selama 120 menit dengan Presiden FSPMI, Riden Hatam Aziz, bersama Arif selaku Ketua PUK PT Hino, Tri (Mitsubishi), Wahyu (Honda), Heru (Suzuki), dan Amin (Yamaha).

Ida Fauziyah mengakui sedikit sekali perusahaan menerapkan Struktur dan Skala Upah (SUSU), padahal SUSU merupakan pintu masuk untuk memperkuat perlindungan pengupahan kepada pekerja yang sudah bekerja di atas 12 bulan. Bahkan praktik di lapangan, perusahaan-perusahaan menggunakan upah minimal sebagai standar upah.

“Itu masalahnya, jadi tidak menghargai, tidak ada merit system (kebijakan manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) berdasarkan kualitas, kompetensi dan kinerja secara adil dan wajar). Ini sebenarnya problem, meski filosofinya sudah benar, kita dorong agar orang bekerja dihargai sesuai dedikasi, loyalitas, kompetensi, dan skills,” paparnya.

Menaker juga menyadari UU Cipta Kerja membutuhkan waktu untuk mencapai titik ideal. Saat ini, diakuinya, sosialisasi masih dihadapkan masa transisi. Di mana kondisi ini bisa dimanfaatkan berbagai pihak untuk mencari momentum masa transisi untuk kepentingannya sendiri.

“Masa transisi banyak hal bisa terjadi. Saya senang bapak-bapak mengkomunikasikan kepada kami, sehingga kami tahu sesungguhnya implementasi UU Nomor 11 Tahun 2020 ini, pada prakteknya membutuhkan kesabaran secara objektif untuk melihat UU ini,“ katanya.

Meski demikian, dalam kondisi sesulit apapun, Ida Fauziyah tetap mendorong perlunya dialog secara bipartit kepada perusahaan karena akan lebih cepat menyelesaikan permasalahan. Kondisi internal perusahaan itu yang tahu hanya pengusaha dan pekerja.

“Jadi berkali-kali, kita tekankan dialog-dialog, kondisi kesulitan pun tetap disampaikan manajemen perusahaan kepada pekerja secara terbuka dan kekeluargaan,“ terangnya.

Sementra itu, Dirjen PHI dan Jamsos, Indah Anggoro Putri menambahkan, agenda FSPMI melakukan audiensi yakni menyampaikan informasi dan kondisi permasalahan hubungan industrial di sektor industri otomotif di Indonesia, sejak sebelum masa pendemi COVID-19 hingga masa pandemi sekarang ini.

“Saya akan tindaklanjuti Bu Menteri, dialog bipartit memang menjadi salah satu tugas utama saya sebagai Dirjen PHI Jamsos. Kita kemarin sudah sukses di sektor perhotelan, dan sektor otomotif yang belum kami sentuh, akan kami sentuh. Yakni dengan memfasilitasi dialog bipartit bersama perwakilan manajamen otomotif,“ jelasnya.

Adapun Riden Hitam Aziz menyatakan, pihaknya menemui Menaker Ida Fauziyah dalam rangka memberi informasi dan kondisi hubungan industrial di sektor otomotif merk, sebelum dan selama masa pandemi Covid-19. Termasuk juga menjelaskan dari sisi produksi, dan sisi hubungan industrial serta pembaharuan Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

“Sikap FSPMI tetap objektif, karena perusahaan sudah normal dan bisnis sudah berjalan. Hal-hal yang selama ini didapat pekerja, tidak direduksi,“ ujar Riden Hitam Aziz.

Komentar