Menurut Dosen Universitas Diponegoro, Wijayanto, Ph.D. bahwa Informasi yang benar itu seperti oksigen dalam demokrasi, dikarenakan berdasarkan informasi yang benar itu maka kemudian warga negara mengambil keputusan dalam pemilu, tidak hanya dalam pemilu sebenarnya dalam juga proses proses politik yang lain.
“Kaitannya dengan tahun 2024, sebenarnya koalisi damai sebenarnya sudah menginisiasi. Pada tanggal 22 Juni kita mengundang pemerintah dan juga platform untuk membicarakan apa yang dapat kita lakukan sehingga pemilu tahun 2024 dapat terbebas dari polusi digital, meskipun hal tersebut akan sangat berat dilakukan” bebernya.
Peneliti PPPI, Septa Dinata, M.Si memaparkan bahwa polarisasi ini sangat dimungkinkan dengan cara kerja media digital itu sendiri, dalam politik ini sangat berbahaya karena mereka akan dihinggapi dan diasupi oleh informasi yang homogony, hanya oleh informasi yang mereka suka.
“Yang sangat mengkhawatirkan sebetulnya adalah, adanya global order yang berubah sangat radikal, tapi antisipasinya sangat minim. Mungkin bisa dikatakan sosial space kita saat ini 70%nya berada di ruang digital, dan saat ini dikuasai oleh raksasa2 perusahaan digital yang mempengaruhi bagaimana cara kita berinteraksi saat ini” ujar Septa.
Septa menegaskan bahwa media kita terglobalisasi, memungkinkan berinteraksi antar negara., konsep ruang dan waktu berubah secara drastis, tapi disaat bersamaan kita memelihara naluri purba, tentang identitas.
“Identitas itu bukan semakin lenyap, tapi muncul resistensi bahkan kekhawatiran yang berlebihan dan merasa terancam terhadap kekuatan raksasa ini sehingga menjadi reaktif. Itulah yang terjadi pada politik kita saat ini.” Pungkasnya.
Komentar