Petani Cengkeh Khawatir! Anggota DPR Minta Aturan Rokok Keluar dari RPP Kesehatan

JurnalPatroliNews – Jakarta, – Rencana pemerintah dalam menerbitkan aturan baru turunan Undang-undang (UU) No 17/2023 tentang Kesehatan berupa Peraturan Pemerintah (PP) mendapat pertentangan dari banyak pihak.

Sebab, draf RPP ini rencananya akan mengatur sejumlah ketentuan terkait pengendalian serta larangan menyangkut produksi dan peredaran produk tembakau dan rokok elektrik.

Dampak RPP itu bakal negatif terhadap industri yang ada di rantai pasoknya, termasuk ancaman kerugian bagi jutaan petani tembakau dan cengkeh. Kalangan petani dan industri pun menolak, tidak ketinggalan anggota DPR RI pun menyatakan penolakannya.

“Kami memang ingin mengarahkan aturan (produk tembakau) ini dikeluarkan dari RPP kesehatan,” kata Anggota DPR RI, Nur Nadlifah dalam keterangannya, dikutip Senin (26/11/23).

Rencananya, RPP itu akan mengatur sejumlah ketentuan produksi dan impor produk tembakau dan rokok elektrik, pengendalian pelarangan, ketentuan dan larangan iklan dan sponsorship, serta larangan atau sejumlah aturan terkait penjualan produk tembakau dan rokok elektrik.

Juga akan mewajibkan setiap orang yang memproduksi, mengimpor dan/atau mengedarkan produk tembakau dan rokok elektronik, wajib memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Memungkinkan dipisahkan atau dikeluarkan dari RPP Kesehatan. Itu juga yang sedang kami dukung dan upayakan,” ujar Anggota Badan Legislasi DPR itu.

Sontak, RPP Kesehatan ini bakal menghimpit industri rokok yang bakal berdampak pada produksi tembakau dan cengkih. Pasalnya, ketergantungan komoditas ini pada industri rokok sangat tinggi. Alhasil, petani pun menjadi terancam.

“Serapan tenaga kerja tembakau sangat besar lho, dan kita punya sumber dayanya. Itu rasanya juga perlu dipertimbangkan,” kata Nur Nadlifah.

Saat ini, rancangan PP turunan UU Kesehatan (RPP Kesehatan) itu masih dalam penyusunan dan pembahasan. Namun petani cengkeh sudah khawatir bahwa bakal ada dampak besar pada nasib jutaan petani jika RPP ini disahkan.

“Kalau tembakau kita produksinya hanya memenuhi 50-60% kebutuhan pabrik, jadi baru mampu memproduksi 60% aja, jadi sisanya harus impor. Kalau cengkih nggak perlu impor karena produksi kita cukup sebanyak 120-140 ribu ton, 95% diantaranya untuk pabrik rokok, kalau pabrik rokok terganggu ya kita terganggu,” kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI) Ketut Budiman kepada rekan media.

Komentar