JurnalPatroliNews – Jakarta – Perseteruan hukum yang melibatkan PT Bali Ragawisata (PT BRW) kembali mencuat ke publik. Kali ini, Didi Dawis, salah satu pemegang saham perusahaan tersebut, menggugat Sigit Harjojudanto—putra kedua Presiden RI ke-2, Soeharto—ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait sengketa kepemilikan saham.
Gugatan tersebut terdaftar secara resmi pada 19 Juni 2025 dengan nomor perkara 374/Pdt.G/2025/PN.Jkt.Pst. Dalam pernyataan yang dirilis sehari setelahnya, kuasa hukum Didi Dawis, Chandra Kurniawan, menyebut gugatan ini menyangkut dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Sigit terhadap kliennya.
Chandra menjelaskan bahwa pokok perkara menyangkut klaim Sigit atas kepemilikan saham PT BRW berdasarkan Perjanjian Pengikatan Saham yang dibuat dengan salah satu pemegang saham, Saiman Ernawan, pada 2015 lalu.
“Dalam perjanjian itu, Sigit disebut telah mengucurkan dana sebesar Rp50 miliar kepada Saiman, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama PT BRW, untuk membeli 50 ribu lembar saham atau setara dengan 25 persen kepemilikan,” terang Chandra.
Sementara itu, tim hukum Sigit, yang diwakili Moch Nafis Al Thaf Radiffan, sebelumnya telah melaporkan Saiman ke Polda Metro Jaya pada 8 Juli 2024, ketika Saiman tak lagi menjabat di jajaran direksi. Laporan tersebut mempermasalahkan keabsahan transaksi pengalihan saham tersebut.
Meski hubungan antara Didi Dawis dan Sigit sebelumnya dikenal dekat, perkembangan kasus ini memperlihatkan adanya ketegangan serius. Chandra menyatakan bahwa pembuktian sah atau tidaknya perjanjian saham itu menjadi sangat krusial dalam perkara ini.
Ia menambahkan, apabila pengadilan menolak gugatan Didi Dawis dan mengakui posisi Sigit sebagai pemegang saham, maka Sigit juga harus siap bertanggung jawab terhadap liabilitas perusahaan, termasuk utang-utang yang kini menjerat PT BRW.
Seperti diketahui, PT BRW saat ini tengah menghadapi sejumlah gugatan terkait Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), dengan total utang ditaksir mencapai Rp3,5 triliun. Pinjaman besar itu sebelumnya digunakan untuk membiayai proyek properti di kawasan Bukit Pandawa, Bali—yang akhirnya gagal terealisasi.
Tiga permohonan pembatalan perdamaian (homologasi) yang diajukan terhadap PT BRW telah dimenangkan oleh perusahaan. Namun tiga perkara lain yang diajukan oleh Lily Bintoro bersama PT Bhumi Cahaya Mulia (perkara No. 18), CV Dwi Putu Kassirano (perkara No. 19), dan PT Pilar Garba Inti (perkara No. 21) masih berproses di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Dalam catatan hukum lainnya, Saiman Ernawan pada 2024 menggugat balik PT BRW ke Pengadilan Negeri Denpasar dan mengajukan permohonan pemblokiran atas sejumlah aset perusahaan, termasuk tanah dan bangunan. Langkah itu berdampak serius terhadap upaya PT BRW menjual asetnya guna melunasi kewajiban pada kreditur sebagaimana tertuang dalam perjanjian homologasi.
Komentar