BPK Minta BPJS Ketenagakerjaan Lepas Saham GIAA hingga KRAS

JurnalPatroliNews – Jakarta, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) meminta BPJS Ketenagakerjaan melepas sejumlah saham, baik untuk mengambil keuntungan (take profit) atau menjual saham demi mencegah kerugian lebih dalam karena harganya terus turun (cut loss).

Hal ini tertuang dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2020.

BPK merekomendasikan BPJS Ketenagakerjaan untuk menjual enam saham. Rinciannya, PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP), PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS), PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA), PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP), dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG).

“BPK merekomendasikan kepada Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan agar mempertimbangkan untuk melakukan take profit atau cut loss saham-saham yang tidak ditransaksikan antara lain saham SIMP, KRAS, GIAA, AALI, LSIP, dan ITMG,” tulis BPK dalam laporannya, dikutip Kamis (24/6).

Selain itu, BPK juga meminta agar BPJS Ketenagakerjaan untuk membuat mekanisme cut loss secara jelas dan tegas. Hal ini agar dapat dijadikan pedoman pengembalian keputusan cut loss ke depannya.

Lalu, BPK menyarankan agar BPJS Ketenagakerjaan melakukan rekomposisi kepemilikan reksa dana. Rekomposisi dibutuhkan untuk mengantisipasi terjadinya ketidakstabilan pasar dengan mempertimbangkan risiko dan hasil investasi yang lebih optimal.

Bukan cuma itu, BPK merekomendasikan agar BPJS Ketenagakerjaan menyusun langkah-langkah pemulihan unrealized loss secara rinci. Dengan demikian, BPJS Ketenagakerjaan tak hanya menggantungkan pada faktor tak terkendali seperti pergerakan IHSG.

Seluruh rekomendasi ini dibuat berdasarkan temuan permasalahan pada BPJS Ketenagakerjaan. BPK mengatakan tata kelola investasi di BPJS Ketenagakerjaan belum memadai.

“Hal tersebut mengakibatkan BPJS Ketenagakerjaan kehilangan kesempatan untuk memperoleh hasil pengembangan dana secara optimal dari ketidakjelasan cut loss atau take profit, menanggung risiko tinggi apabila reka dana turun kinerjanya, potential loss tinggi, dan berpotensi tak dapat memenuhi dana amanat dari peserta,” papar BPK.

Selain itu, BPK mengatakan Strategic Asset Allocation (SAA) dan Tactical Asset Allocation (TAA) BPJS Ketenagakerjaan belum optimal untuk mencapai tingkat pengembalian portofolio investasi dana jaminan sosial (DJS). Ditambah, aset BPJS Ketenagakerjaan belum sesuai dengan target yang ditetapkan.

“BPK merekomendasikan kepada Direktur Utama BPJS TK untuk menyusun pedoman dan menerapkan evaluasi berkala atas SAA dan TAA sesuai dengan perubahan kondisi makro dan kinerja portofolio investasi,” jelas BPK.

Kemudian, masalah lainnya adalah realisasi beban representasi manajemen di BPJS Ketenagakerjaan tidak didukung bukti pertanggungjawaban yang lengkap dan benar. Akibatnya, beban representasi sebesar Rp22,14 miliar belum dapat diyakini kebenarannya.

Jumlah itu meliputi beban representasi direksi sebesar Rp13,49 miliar dan beban representasi dewan pengawas termasuk gabungan dewas sebesar Rp8,65 miliar. Lalu, BPK menilai beban representasi yang diberikan secara tunai kepada direksi sebesar Rp9,39 miliar tidak akuntabel.

“BPK merekomendasikan kepada Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan untuk menetapkan pedoman penyusunan anggaran, tata cara pencairan dan verifikasi beban representasi,” pungkas BPK.

CNNIndonesia.com telah meminta tanggapan atas rekomendasi BPK kepada Deputi Direktur Bidang Humas dan Antara Lembaga BPJS Ketenagakerjaan Irvansyah Utoh Banja. Namun, Irvansyah belum merespons.

(cnn)

Komentar