Bikin Dunia Was-was, Operasi Senyap’ Xi Jinping Berhasil, Dominasi AS Melemah

JurnalPatroliNews – Jakarta, – Amerika Serikat (AS) dibuat waspada lantara ada ‘operasi senyap’ oleh China melalui pertemuan antara Presiden China Xi Jinping dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Pertemuan kedua pemimpin negara tersebut diklaim bertujuan mewujudkan perdamaian dunia dengan mengakhiri perang antara Rusia dan Ukraina.

Namun ternyata, pertemuan kedua kepala negara tersebut justru membuat dunia was-was khususnya AS. Hal ini berkaitan dengan kedudukan AS yang selama ini menerima gelar pemimpin ‘tak terbantahkan’ dalam diplomasi internasional.

Jika China dapat menjadi perantara kekuatan global maka tentunya AS bisa tergeser dari kedudukannya tersebut.

Kunjungan Xi tak hanya menggarisbawahi hubungan yang makin dekat antara Moskow dan Beijing, tetapi juga dampak diplomatik atas rencana perdamaian China yang makin progresif.

Beijing merilis proposal perdamaian 12 poinnya bulan lalu, pada peringatan pertama invasi Rusia ke Ukraina. China menyerukan untuk menghormati kedaulatan, kemerdekaan, dan integritas wilayah kedua negara, tetapi tidak memasukkan proposal khusus tentang cara meredakan konflik.

Namun, ini bukan pertama kalinya China membawa pesan perdamaian. Beberapa waktu lalu, China berhasil membuat Arab Saudi dan Iran berdamai dan memulai hubungan diplomatik kembali. Ini terjadi setelah hubungan antara Riyadh dan Teheran beku selama 6 tahun terakhir.

Kesepakatan keduanya muncul saat perwakilan kedua negara bertemu di Beijing, China, pada Jumat (10/3/2023). Terlihat foto yang menunjukan Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran Ali Shamkhani berjabat tangan dengan penasihat keamanan nasional Saudi Musaad bin Mohammed Al Aiban.
Adapun, diplomat paling senior China, Wang Yi, berdiri di antara mereka. Diketahui, Beijing merupakan inisiator perdamaian ini.

Peran China ini sendiri terjadi saat hubungan Saudi dan Iran dirasa tidak akan membaik. Ini dikarenakan upaya Teheran yang konsisten menyokong pemberontak Houthi di Yaman, di mana kelompok itu diperangi oleh Saudi.

Beberapa analis mengatakan bahwa ini merupakan bukti makin kuatnya China pada arena politik global, mengalahkan AS yang merupakan rivalnya.

Mantan pejabat senior AS dan PBB Jeffrey Feltman mengatakan peran China, termasuk pembukaan kembali kedutaan setelah enam tahun, adalah aspek paling signifikan dari perjanjian tersebut.
“Ini akan ditafsirkan, mungkin secara akurat, sebagai tamparan pada pemerintahan Biden dan sebagai bukti bahwa China adalah kekuatan yang sedang naik daun,” kata Feltman, yang juga seorang peneliti di Brookings Institution, kepada Reuters.

Hal serupa juga diungkapkan Daniel Russel, diplomat top AS untuk Asia Timur di bawah mantan presiden Barack Obama. Ia mengatakan tidak biasa bagi China untuk bertindak sendiri untuk membantu menengahi kesepakatan diplomatik dalam perselisihan yang bukan merupakan salah satu pihak.

“Pertanyaannya adalah apakah ini bentuk yang akan datang. Mungkinkah itu menjadi pendahulu upaya mediasi China antara Rusia dan Ukraina ketika (Presiden Xi Jinping) mengunjungi Moskow?” tuturnya.

Berbeda dengan China, dalam perang Rusia-Ukraina, AS lebih condong mengambil tindakan keras dengan menjatuhkan sanksi kepada Rusia dan memberikan banyak bantuan kepada Ukraina.

AS terus memasok Ukraina dengan senjata baru berteknologi canggih. Salah satunya adalah tank tempur ’90 Stryker’, ‘M1126 Stryker’, dan ‘M1127 Stryker yang menjadi senjata penting bagai Angkatan Darat Ukraina.

Komentar