Mahkamah Agung Bebaskan Jokowi Dari PMH. WALHI: Potret Buruk Penegakan Hukum Di Indonesia

JurnalPatroliNews – Jakarta,- Mahkamah Agung mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) Presiden Republik Indonesia Joko Widodo terkait putusan Mahkamah Agung atas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan Tengah. Putusan No. 3555 K/Pdt/2018 tersebut menyatakan bahwa Presiden beserta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Gubernur Kalimantan Tengah melakukan perbuatan melawan hukum atas kebakaran hutan dan lahan tahun 2015.  

PK yang didaftarkan oleh presiden Jokowi pada 3 Agustus 2022 lalu diputus dikabulkan pada 3 November 2022.

Diketahui, Putusan PK itu diketok oleh ketua majelis Zahrul Rabain dengan anggota Ibrahim dan M Yunus Wahab. Putusan itu diketok pada 3 November 2022 dengan lama waktu mengadili 67 hari.

Tidak diketahui bukti baru apa yang disampaikan oleh presiden Jokowi saat mendaftarkan PK. Bahkan hingga hari ini (15 hari setelah putusan), informasi mengenai amar putusan atas perkara No. 980 PK/PDT/2022 itu pun belum tersedia di website Mahkamah Agung. Begitu tertutupnya proses persidangan di Mahkamah Agung menjadi persoalan yang selama ini banyak dikritik.  

Hal itu pun ditanggapi langsung Manager Kampanye Hutan dan Kebun Eksekutif Nasional WALHI, Uli Arta Siagian bahwa  dikabulkannya PK presiden Jokowi ini oleh MA adalah bentuk potret buruk penegakan hukum di Indonesia.

Menurut Uli, tindakan presiden Jokowi beserta KLHK, dan Gubernur Kalimantan Tengah mengajukan PK  merupakan bentuk penghianatan terhadap komitmen mitigasi perubahan iklim yang selalu disampaikan Jokowi pada pertemuan-pertemuan internasionalnya. Bahkan ternyata putusan MA terbit sebelum pidato Menteri KLHK di COP 27 yang mengklaim telah berhasil menurunkan laju deforestasi dan karhutla.

Seperti diketahui, kasus bermula saat terjadi kebakaran hebat pada 2015. Salah satu wilayah yang dilanda adalah Kalimantan. Tak ayal, sekelompok masyarakat menggugat negara. Mereka adalah Arie Rompas, Kartika Sari, Fatkhurrohman, Afandi, Herlina, Nordin, dan Mariaty.

Pada 22 Maret 2017, gugatan mereka dikabulkan. PN Palangka Raya memutuskan:

1. Menyatakan para tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum.

Komentar