Majapahit Yang Agung Riwayatmu Kini

Sekian ratus tahun menghilang, tiba-tiba “Bhinneka tunggal ika” muncul kembali di ruang Sidang I BPUPKI tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945. Adalah Muhammad Yamin tokoh pertama yang mengusulkan sesanti peninggalan leluhur tersebut untuk semboyan negara. Menurut sang penulis buku “Gajah Mada: Pahlawan persatuan Nusantara” itu sesanti tersebut telah berhasil menyatukan Majapahit sehingga menjadi negara besar, kuat, dan disegani. Dalam perjalanannya Soekarno membubuhkan semboyan tersebut dalam pita burung Garuda sebagai lambang negara. Dengan kata lain, sesanti “Bhinneka tunggal ika” hingga kini masih diugemi (baca: dipercaya dan dipatuhi).

Pertanyaannya, kenapa “Bhinneka tunggal ika” seperti tidak seampuh ketika itu? Ada beberapa kemungkinan. Pertama, jawaban yang tidak terlalu serius karena semboyan tersebut tidak ditulis lengkap alias tanpa “Tan hana dharma mangrwa”. Padahal justru dalam frasa itulah terkandung tujuan. Bahwa darma ditujukan hanya demi negara. Bukan yang lain. Tidak mendua. Kedua, karena tantangan hidup pada masa itu tidak seberat dan sekompleks hari ini 600 tahun kemudian. Keluarnya pupuh 139 bait 5 tidak bisa dilepaskan dari situasi Majapahit yang hubungan antarumat beragamanya mengalami disharmoni sehingga masyarakat lupa akan darma atau kewajibannya kepada negara.

Jawaban ketiga, karena faktor eksternal di mana para aktor, cara main, dan agendanya telah sekilas diuraikan di awal tulisan. Jüri Lina dalam bukunya “Architects of Deception” mengulas fenomena ini dari sudut berbeda. Penulis kelahiran Estonia tersebut mengatakan bahwa untuk menguasai suatu negara tidak selalu harus dengan sanksi ekonomi, invasi militer, atau cara-cara konvensional lainnya. Untuk menghancurkan, menjajah, atau sekadar melemahkan suatu negara menurut penulis eks buronan KGB tersebut cukup dengan melakukan tiga hal sederhana: (a) Kaburkan sejarahnya; (b) Hancurkan situs, artefak, dan atau bukti-bukti pendukungnya; (c) Putuskan hubungan atau ikatannya dengan leluhur.

Lima warisan agung yang terlupakan

“Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang”. Demikianlah sebagai kerajaan besar dengan nama besar, pascakehancurannya tahun 1478 Majapahit meninggalkan warisan yang tak ternilai. Setidaknya lima warisan agung bendawi (tangible) dan nonbendawi (intangible) ditinggalkan Majapahit untuk anak cucunya yang kini menamakan dirinya bangsa Indonesia.

a.”Rumah besar” bernama Indonesia. Pada masa kejayaannya, wilayah Majapahit mencakup bentangan wilayah yang sangat luas. Jauh lebih luas dari NKRI sekarang. Menurut Nagarakretagama pupuh 13 dan 14, batas utara Majapahit ialah Semenanjung Malaya dan timur Kepulauan Ambon. Sementara Semenanjung Indochina – Myanmar, Thailand, Kamboja, Vietnam, Laos – menurut pupuh 15 berstatus daerah pengaruh (vassal area). Papua yang sejak abad ke-8 dikenal dengan nama Janggi, seiring surutnya Sriwijaya abad ke-12, kontrol sepenuhnya beralih ke Majapahit.

Komentar