Mantan Kabais: Pengganti Marsekal Hadi Tjahjanto Sudah Sepantasnya dari TNI AL

JurnalPatroliNews – Jakarta,– Nama calon pengganti Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI yang segera memasuki masa purna tugas November mendatang kembali ramai diperbincangkan. 

Santer terdengar, dua nama disebut-sebut menjadi kandidat kuat menggantikan Hadi. Mereka adalah Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Jenderal Andika Perkasa dan Kepala Staf TNI Angkatan Laut, Laksamana Yudo Margono.

Selanjutnya posisi Andika sebagai KSAD nantinya akan digantikan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) Letjen TNI Dudung Abdurachman.

Saat ini beredar kencang dan mengerucut ke salah satu calon terkuat yaitu nama Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Andika Perkasa yang disebut akan dilantik menjadi Panglima TNI menggantikan Hadi Tjahjanto. Kisi-kisinya telah dibocorkan oleh politisi PDIP dari anggota Komisi I DPR Effendi Simbolon.

Terkait hal itu, mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Laksda TNI (Purn) Soleman B Ponto mengatakan, pemilihan Panglima TNI hak prerogatif Presiden. Dalam UU TNI hanya disebutkan bahwa jabatan Panglima TNI dijabat oleh PATI TNI berbintang 4 secara bergantian.

“Nah bergantiannya itu yang tidak jelas. Normalnya pergantian itu misalnya dari TNI AD, lalu TNI AU, lalu TNI AL. Tapi kenyatannya tidak begitu,” ujar Laksda TNI (Purn) Soleman B Ponto, Minggu (5/9).

Menurut pandangan Soleman, sebelum Marsekal Hadi Tjahjanto Panglima TNI dijabat dari matra TNI AD, maka yang normal sekarang ini adalah TNI AL.

“Tapi pernah terjadi juga setelah TNI AU, balik lagi ke TNI AD. Jadi kesimpulannya, siapa pengganti Marsekal Hadi itu suka-suka Presiden. Yang penting Pati Bintang 4,” katanya.

Soleman mengatakan, jika Presiden Joko Widodo (JOkowi) mau menjaga kekompakan dalam tubuh TNI seharusnya sekarang ini diberikan kepada TNI AL. Agar rotasi itu terjadi dengan baik.

“Tidak ada alasan untuk memberikan jabatan itu kembali ke TNI AD, karena dari sisi kapabilitas, semua angkatan punya kapabilitasnya masing-masing,” imbuhnya.

Sebelum ini, rotasi yang telah terjadi adalah TNI AL (Laksamana Widodo AS) diganti oleh TNI AD (Jenderal Endiartono Sutarto) lalu diganti oleh TNI AU (Marsekal Joko Suyanto).

“Nah sampai di sini terlihat pergantian rotasi yang bagus dari ketiga Angkatan itu. Dari TNI AL diganti TNI AD, lalu TNI AU. Setelah TNI AU seharusnya balik lagi ke TNI AL, tapi ternyata yang menggantikan TNI AU adalah TNI AD (Jenderal Djoko Santoso) lalu diganti TNI AL (Laksamana Agus Suhartono),” terang Soleman.

Menurut pandangan Soleman lagi, jika mau adil seharusnya setelah TNI AL maka yang menjabat Panglima TNI dari matra TNI AU, tapi ternyata balik lagi ke TNI AD (Jenderal Moeldoko).

“Lagi-lagi kalau mau adil Jenderal Moeldoko seharusnya diganti oleh TNI AU, tapi ternyata yang menggantikannya lagi-lagi dari TNI AD (Jenderal Gatot Nurmantyo). Setelah itu baru kemudian masuk TNI AU (Marsekal Hadi Tjahjanto),” ujarnya.

Soleman menjelaskan, dari sejarah pergantian ini sangat terlihat tidak ada pola yang tetap. Hal inilah yang menyebabkan secara diam-diam telah terjadi persaingan yang tidak sehat di antara ketiga Kepala Staf Angkatan itu. Menurutnya, jika ingin ketiga angkatan itu akur dan tidak ada persaingan, maka Jokowi yang memegang kekuasaan tertinggi sudah selayaknya menetapkan jabatan Panglima TNI secara adil dengan melakukan rotasi bergantian dengan pola yang tetap.

“Dengan adanya pola yang tetap, maka tidak terpilihnya menjabat Panglima TNI bukan karena ketidakmampuan, tapi memang karena rotasinya sudah begitu. Itulah sebabnya sebagai pengganti Marsekal Hadi Tjahjanto sudah sepantasnya penggantinya dari TNI AL, supaya ada rasa keadilan,” jelasnya.

Memang tidak salah kalau Presiden tidak memilih TNI AL, tapi hal itu bagaikan memelihara api dalam sekam. Ketiga kepala staf angkatan itu tidak ada yang lebih hebat di antara mereka.

“Semuanya memiliki kemampuan dan kehebatan yang sama. Kalau pun terpilih nantinya sebagai Panglima TNI, itu memang karena adanya rotasi untuk keadilan, bukan karena kelebihan dalam kapabilitasnya. Dengan demikian demi keadilan dan kekompakan TNI, menurut saya alangkah baiknya bila jabatan Panglima TNI nantinya diisi oleh TNI AL,” cetusnya.

Ditambahkan Solemen, TNI sudah tidak berpolitik sehingga janganlah menarik-narik TNI untuk berpolitik praktis kembali.

“Tidak ada alasan untuk tidak memilih TNI AL, karena memang sudah gilirannya secara adil. Ketiga kepala staf Angkatan itu memiliki kemampuan yang sama. Jangan menarik-narik TNI Kembali karena politik praktis dengan merusak giliran rotasi jabatan,” pungkasnya.

Komentar