RI di Hadapkan Multifungsi Polri, Tim Advokasi Desak Jokowi, Cabut Peraturan Soal Polisi di Jabatan Sipil

JurnalPatroliNews – Jakarta – Keberadaan para perwira Kepolisian RI (Polri) di jabatan-jabatan sipil mendapatkan kritik di Hari Ulang Tahun (HUT) ke-74 Korps Bhayangkara, 1 Juli 2020.
Tim Advokasi untuk Demokrasi meminta Presiden Joko Widodo mendorong pencabutan aturan yang memungkinkan penempatan polisi aktif di jabatan sipil itu terjadi.

“Pemerintah–khususnya Presiden–, DPR dan Kepolisian bertindak tegas menghapus praktik Multifungsi Polri dengan mencabut keberlakuan Peraturan Kapolri Nomor 4 Tahun 2017,” kata anggota Tim Advokasi untuk Demokrasi dari LBH Jakarta, Rasyid dalam konferensi pers virtual, Rabu (30/6).

“Tidak lagi melibatkan pejabat Kepolisian aktif dari segala aktifitas penempatan di luar organisasi Kepolisian, khususnya di sektor yang di luar kompetensi dan profesionalitas,” imbuhnya.

Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor4 Tahun 2017 itu berisi mengenai Penugasan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia di Luar Struktur Organisasi Polri. Tim Advokasi untuk Demokrasi menilai peraturan tersebut mengarah pada multifungsi Polri.

Berdasarkan catatan LBH Jakarta, setidaknya ada 16 pejabat Kepolisian aktif yang menempati posisi di luar organisasi Kepolisian.

Menurut Rasyid, penempatan anggota kepolisian aktif di luar organisasi kepolisian itu bertentangan dengan Pasal 10 ayat 3 TAP MPR RI No. VII Tahun 2000 dan Pasal 28 ayat 3 UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI.

Dua beleid tersebut menjelaskan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

“Penugasan di luar struktur kepolisian ini juga rawan akan konflik kepentingan,” kata Rasyid.

Menurutnya multifungsi Polri itu pun menjadi tanda bahwa agenda Reformasi Kepolisian yang mengalami kemunduran. Ia mengatakan itu jauh dari cita-cita reformasi yang menghendaki adanya institusi pemerintahan profesional dengan penghapusan Dwi Fungsi ABRI. Sebelum masa reformasi, Polri masih jadi satu bagian dengan ABRI.

“22 Tahun pasca Reformasi 1998, Indonesia justru dihadapkan dengan adanya Multifungsi Polri,” kata dia.

Selain pencabutan Perkap itu, Tim Advokasi juga meminta Pemerintah melakukan langkah reformasi kepolisian secara serius yakni meletakkan Korps Bhayangkara itu di bawah supremasi sipil secara demokratik.

“Pemerintah memperbaiki dan memperkuat mekanisme pengawasan di Kepolisian, khususnya terkait penegakan hukum terhadap pelaku-pelaku praktik penyiksaan yang dilakukan aparat Kepolisian,” katanya.

Untuk membangun sistem dan kebijakan pencegahan praktik penyiksaan secara serius, pemerintah juga diminta segera meratifikasi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan (Optional Protocol Convention Against Torture)

“Pemerintah mendorong dan mempercepat revisi ketentuan KUHAP untuk mengontrol proses penyelidikan dan penyidikan di Kepolisian yang pada hari ini minus pengawasan,” kata dia.

(lk/*)

Komentar