JurnalPatroliNews – Washington – Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat (DPR AS) mengesahkan “Illegitimate Court Counteraction Act” dengan suara mayoritas 243 berbanding 140. Undang-undang ini bertujuan untuk menjatuhkan sanksi terhadap individu asing yang terlibat dalam penyelidikan, penangkapan, penahanan, atau penuntutan warga negara AS atau sekutunya, termasuk Israel, yang tidak menjadi anggota Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
Langkah ini diambil sebagai respons terhadap surat perintah penangkapan yang dikeluarkan ICC pada November 2024 terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan mantan Menteri Pertahanan, Yoav Gallant, terkait dugaan kejahatan perang selama konflik di Gaza.
Sebanyak 45 anggota Partai Demokrat bergabung dengan 198 anggota Partai Republik dalam mendukung RUU tersebut, sementara seluruh penolakan berasal dari anggota Demokrat. Ketua Komite Urusan Luar Negeri DPR dari Partai Republik, Brian Mast, menegaskan bahwa undang-undang ini dirancang untuk melindungi pemimpin sekutu utama AS, Israel, dari tindakan yang dianggap tidak sah oleh ICC.
Kritik dari ICC
Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengkritik keras keputusan DPR AS, menyebut bahwa undang-undang tersebut berpotensi merusak independensi yudisial serta menghilangkan keadilan bagi jutaan korban kejahatan internasional.
“Pengadilan dengan tegas mengutuk setiap tindakan yang bertujuan untuk mengancam pengadilan dan para pejabatnya, serta merampas keadilan bagi korban kekejaman internasional di seluruh dunia,” demikian pernyataan resmi ICC, sebuah pernyataan yang dilansir Reuters Sabtu (11/1/2025).
Latar Belakang dan Implikasi
Surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan Gallant dikeluarkan setelah ICC menolak argumen Israel yang menantang yurisdiksi pengadilan. Israel sendiri bukan anggota ICC, namun pengadilan berargumen memiliki yurisdiksi atas dugaan kejahatan perang di wilayah Palestina.
Saat ini, dengan Partai Republik menguasai kedua majelis Kongres dan Presiden terpilih Donald Trump dijadwalkan dilantik pada 20 Januari, Senat diperkirakan akan segera membahas RUU ini. Jika disahkan, undang-undang tersebut akan mewajibkan presiden untuk memberlakukan sanksi, termasuk pencabutan visa, terhadap pejabat ICC yang terlibat dalam kasus ini.
Komitmen ICC
Meski menghadapi ancaman sanksi dari AS, ICC menegaskan akan tetap menjalankan mandatnya untuk menegakkan keadilan bagi para korban kejahatan internasional.
RUU ini mencerminkan dukungan kuat dari pemerintah AS, khususnya Partai Republik, terhadap Israel. Dengan latar belakang pelantikan Presiden Trump yang terkenal memiliki hubungan erat dengan pemerintah Netanyahu, keputusan ini menjadi salah satu langkah politik yang strategis di awal tahun 2025.
Komentar