Sita Duit Rp100 Juta, Kejaksaan Ungkap Pungli di Bandara Bali

JurnalPatroliNews – Bali, – Kejaksaan Tinggi Bali mengungkap praktik pungutan liar terkait jalur fast track di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali. Pungutan liar tersebut diduga melibatkan sejumlah pegawai kantor Imigrasi di bandara tersebut.

Kejaksaan Tinggi Bali telah melakukan pengecekan langsung ke lapangan di Bandara Ngurah Rai untuk mengetahui kebenaran informasi ini,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Bali Putu Agus Eka Sabana, Rabu, (15/11/2023).

Fast track merupakan istilah jalur keimigrasian prioritas yang ada di bandara untuk mempermudah pemeriksaan imigrasi terhadap kelompok prioritas, seperti orang lanjut usia ibu hamil, ibu dengan bayi dan pekerja migran. Jalur ini seharusnya tidak dipungut biaya, namun sejumlah pegawai Imigrasi ditengarai memberikan akses kepada jalur tersebut kepada mereka yang tidak berhak dengan memungut biaya.

Dari hasil penyelidikan di lapangan, Putu Agus mengatakan penyidik Kejati Bali menemukan praktik tersebut benar terjadi. Orang yang ingin melewati jalur itu diduga dipungut biaya antara Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu per bulan.

“Dari jumlah tersebut, telah berhasil diamankan uang sejumlah Rp 100 juta yang diduga merupakan keuntungan tidak sah yang diperoleh dari praktik ini,” kata dia.

Tim kejaksaan, kata dia, menangkap 5 orang untuk kemudian dibawa ke Kejaksaan Tinggi Bali untuk dimintai keterangan. Dari hasil pemeriksaan, kata dia, kejaksaan menetapkan 1 orang menjadi tersangka, yakni HS selaku Kepala Seksi Pemeriksaan I Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai.

“Didapatkan minimal 2 alat bukti berupa keterangan saksi-saksi, alat bukti surat dan barang bukti serta alat bukti petunjuk,” kata dia.

HS disangka melanggar pasal 12 huruf a jo pasal 12 huruf b UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 KUHP. Kejaksaan juga resmi menahan HS selama 20 hari di Rumah Tahanan Lapas Kerobokan Denpasar.

“Di tengah upaya pemerintah dalam mendorong iklim investasi di tanah air, praktek yang terjadi di Bandar udara Internasional sebagai etalase tanah air ini tentu dirasakan dapat merusak citra Indonesia dan sistem pelayanan publik,” kata Putu Agus.

Komentar