Skandal Jiwasraya: Negara Rugi Rp16,8 T, Aset Sitaan Rp18,4 T

JurnalPatroliNews – Jakarta,  Megaskandal PT Asuransi Jiwasraya (Persero) melibatkan dana super jumbo. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan potensi kerugian negara mencapai Rp 16,8 triliun yang berasal dari penyidikan atas berkas selama 10 tahun, dari 2008 hingga 2018.

Perinciannya adalah kerugian dari investasi saham Rp 4,65 triliun dan kerugian negara akibat investasi reksa dana Rp 12,16 triliun.

Sementara itu, penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan telah melakukan menyita aset terkait kasus Jiwasraya sebesar Rp 18,4 triliun. Nilai ini tentu lebih tinggi dari nilai kerugian investasi Jiwasraya yang ditetapkan BPK Rp 16,8 triliun.

Hanya saja aset sitaan tersebut tidak akan dikembalikan kepada nasabah.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) Hari Setiyono menuturkan, nantinya aset yang disita akan dibuktikan di persidangan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di PN Jakarta Pusat terlebih dahulu sebelum ditetapkan sebagai barang sitaan milik negara.

“Untuk aset yang disita nanti tergantung pembuktian apakah seluruhnya atau sebagian akan dirampas untuk negara atau sebagian dikembalikan dari mana aset tersebut disita jika tidak terkait perkara,” kata Hari kepada CNBC Indonesia, dikutip (21/9/2020).

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Ali Mukartono dalam Rapat Panja di Komisi III DPR juga menjelaskan, aset yang disita tidak akan dikembalikan kepada nasabah karena merupakan kasus tindak pidana korupsi.

“PT AJS merupakan perkara korupsi, penuntut umum akan menuntut atas benda sitaan untuk dirampas dan dikembalikan kepada negara. Upaya tersebut merupakan bentuk upaya Kejaksaan dalam memenuhi hak-hak para nasabah,” ujarnya.

Laporan keuangan Jiwasraya di 2019 menunjukkan, kewajiban asuransi warisan Belanda bernama Nederlandsch Indiesche Levensverzekering en Liffrente Maatschappij van 1859 ini mencapai Rp 52,72 triliun.

Jumlahnya memang berkurang dari tahun sebelumnya Rp 53,31 triliun. Tapi kewajiban utang klaim mencapai Rp 13,08 triliun, bengkak dari Desember 2018 yakni Rp 4,75 triliun.

Pemerintah pun berencana membantu menyelamatkan Jiwasrya. Anggaran buat Jiwasraya ditetapkan dalam bentuk Penyertaan Modal Negara melalui PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) atau BPUI alias Bahana, Holding BUMN Penjaminan dan Perasuransian.

Dalam rapat kerja bersama dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI), Sri Mulyani menyebutkan pemerintah menyiapkan bantuan kepada BUMN sebesar Rp 37,38 triliun. Salah satunya akan dialokasikan untuk membantu Jiwasraya.

Bantuan kepada Jiwasraya berupa PMN ini akan masuk ke BPUI sebesar Rp 20 triliun. Anggaran BPUI ini naik dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 6,28 triliun.

“BPUI ada hubungannya tentu dengan penanganan masalah (dana nasabah) Jiwasraya,” ujar Sri Mulyani di Gedung DPR RI, Selasa (15/9/2020).

Apa masalahnya?

Pengamat asuransi Irvan Rahardjo menilai, kasus gagal bayar perusahaan asuransi yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir termasuk Jiwasraya memang disebabkan oleh lemahnya pengawasan dari regulator.

Hal ini menyebabkan kesenjangan antara ketatnya aturan dengan lemahnya pengawasan di lapangan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Industri dengan peraturan yang ketat dan sudah berjalan baik yang sering menjadi contoh adalah sektor perbankan, terutama setelah krisis 1998 dan 2008. Sayangnya, tidak demikian dengan yang terjadi dalam Industri Keuangan Non Bank (IKNB) karena masih ada jarak antara peraturan dengan pengawasan.

“Secara berkala, triwulan dan tahunan ada bermacam-macam laporan dari manajemen risiko, laporan keuangan namun sangat lemah berkaitan dengan kajian pengawasan. Dalam kasus gagal bayar, sebenarnya laporan dikirimkan kepada OJK, tetapi apakah langkah yang dilakukan apa penghentian produk atau kegiatan usaha tidak pernah dilakukan OJK,” kata Irvan.

Terkait dengan nasib nasabah, Irvan menyatakan hingga saat ini nasabah ritel Jiwasraya masih belum mendapatkan kepastian mengenai penawaran skema restrukturisasi.

Pasalnya, skema haircut atau restrukturisasi baru ditawarkan kepada nasabah korporasi. Berdasarkan catatan CNBC Indonesia, sampai dengan 8 September 2020, ada 80 korporasi yang menyetujui skema restrukturisasi yang berasal dari BUMN, anak usaha BUMN, BUMD maupun perusahaan swasta.

Proses restrukturisasi ini merupakan bagian penyehatan polis nasabah Jiwasraya untuk pengalihan polis-polis ini nantinya ke perusahaan baru, yakni IFG Life, yang akan didirikan oleh Bahana.

“Intinya belum ada kejelasan nasib nasabah Saving Plan individu. Haircut atau restrukturisasi baru ditawarkan kepada nasabah korporasi,” kata dia saat dihubungi CNBC Indonesia, Senin (21/9/2020).

Irvan melanjutkan, restrukturisasi menjadi pilihan yang paling baik untuk menyelamatkan dana nasabah Jiwasraya.

Namun dia memberikan catatan, mengenai haircut atau penurunan manfaat sebesar 40%, bagi nasabah ritel dinilai akan cukup sulit ketimbang bagi nasabah korporasi. Menurutnya, skema haircut ini juga harus dijelaskan lebih gamblang.

“Belum ada penjelasan lagi dari BPUI (Bahana Pembinaan Usaha Indonesia) holding asuransi yang dibentuk untuk restrukturisasi Jiwasraya,” kata Irvan melanjutkan.

(cnbc)

Komentar