Soal Surat Edaran Mutasi dan Pemecatan PNS, Mendagri Tito Karnavian Tegaskan Ini

JurnalPatroliNews – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meluruskan informasi yang beredar ihwal keberadaan Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 821/5492/SJ tertanggal 14 September 2022, seiring adanya usulan pencabutan SE oleh pimpinan Komisi II DPR di dalam rapat.

Dilansir dari Suara.com, Tito Karnavian mengatakan awal mula SE itu dipermasalahkan ialah ketika ada berita memuat judul bahwa Mendagri membolehkan penjabat kepala daerah memecat dan memutasi pegawai negeri sipil (PNS).

Padahal, dijelaskan Tito, isi surat tidak sebagaimana judul.

“Saya saja yang baca kaget karena bukan kewenangan itu yang kita berikan, tapi adanya di poin 4a dan 4b hanya dua saja, yaitu yang mereka (PNS) sudah terkena masalah hukum dan sudah ditahan apalagi, itu memang harus diberhentikan,” jelas Tito, dikutip Kamis (22/9/2022).

Tito menegaskan kembali bahwa memang tidak ada kewenangan yang diberikan untuk memutasi pegawai sesukanya oleh Pj Kepala Daerah, sehingga ia memastikan hanya dua poin saja yang diatur.

“Hanya masalah teknis simplifikasi saja, jadi hanya dua saja. Jadi isu yang berkembang seolah-olah Mendagri memberikan kewenangan penuh, tidak terbatas kepada kepala daerah untuk melakukan pemberhentian dan mutasi jabatan, tidak benar,” kata Tito.

Tito berujar SE tersebut juga lahir dari adanya masukan. Di mana kata dia, Otda mulai mengeluhkan dan mempermasalahkan.

Mengingat sampai pada Pilkada serentak 2024, akan ada 76 Pj kepala daerah, mulai dari gubernur, bupati/wali kota.

“Karena apa? Banyak sekali sudah mulai, kan salah satunya gak boleh mutasi pegawai. Nah ada persetujuan-persetujuan yang perlu, yang mereka mintakan kepada Mendagri harus tanda tangan Mendagri, kaitan dengan mutasi pegawai ini,” kata Tito.

Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Benni Irwan mengatakan, SE tersebut berisi dua poin pokok dalam mendukung pembinaan kepegawaian di daerah agar lebih efektif dan efisien.

Pertama, Mendagri memberikan izin kepada Pj, Plt, dan Pjs kepala daerah untuk menjatuhkan sanksi atau hukuman disiplin bagi PNS yang tersangkut korupsi dan pelanggaran disiplin berat.

Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 18 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 bahwa kepala daerah harus menetapkan penjatuhan hukuman disiplin tingkat berat bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tersangkut korupsi.

Benni Irwan mencontohkan, apabila ada seorang ASN yang ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi, maka bupati akan melakukan pemberhentian sementara.

Namun, hal ini tidak bisa langsung dilakukan, karena harus izin Mendagri terlebih dahulu, sedangkan amanat PP Nomor 94 Tahun 2021 pegawai yang bersangkutan harus segera diberhentikan sementara.

“Sehingga dengan izin yang tersebut dalam SE, ASN yang melakukan pelanggaran dapat segera diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku,” terang Benni dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (17/9/2022).

Poin kedua, lanjut Benni, Mendagri memberikan izin kepada Pj, Plt, dan Pjs kepala daerah yang akan melepas dan menerima ASN yang mengusulkan pindah status kepegawaian antardaerah (mutasi antardaerah), maupun antarinstansi (mutasi antarinstansi).

Dengan demikian, Pj, Plt, dan Pjs kepala daerah tidak perlu lagi mengajukan permohonan persetujuan tertulis sebagaimana yang diatur sebelumnya.

Upaya ini dilakukan agar proses pindah status kepegawaian tersebut berjalan lebih efektif dan efisien.

Sebagai contoh, ketika seorang Pj bupati akan melepas ASN-nya pindah ke kabupaten lain.

Kedua kepala daerah, baik yang melepas maupun menerima, harus mendapatkan izin Mendagri lebih dulu sebelum menandatangani surat melepas dan menerima pegawai tersebut.

Padahal pada tahap selanjutnya, mutasi antardaerah tersebut akan tetap diproses oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Maka demikian, untuk mempercepat proses pelayanan mutasi, maka melalui penandatanganan izin melepas dan izin menerima tersebut diberikan.

Pada dasarnya SE itu hanya memberikan persetujuan amat terbatas, hanya 2 urusan diatas kepada Pj Kepala Daerah untuk kecepatan dan kelancaran birokrasi pembinaan kepegawaian, dan sangat jauh berbeda dengan kewenangan kepala daerah definitif, “ujar Benni.

Namun, lanjut Benni, untuk mutasi pejabat internal daerah, seperti pengisian jabatan tinggi pratama dan administrator, Pj, Plt, dan Pjs kepala daerah tetap harus mendapatkan izin tertulis dari Mendagri.

“Kalau tidak dapat izin dari Mendagri, maka kebijakan tersebut tidak dapat dilakukan oleh daerah,” tegasnya.

Komentar