Terendah dalam Sejarah, BPS Umumkan Inflasi November 2020 Sebesar 0,28% MtM

JurnalPatroliNews – Jakarta, Laju inflasi Indonesia semakin cepat, mimpi buruk deflasi selama tiga bulan beruntun sudah berlalu. Namun bukan berarti daya beli rakyat sudah kembali seperti masa sebelum pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi November 2020 sebesar 0,28% month-to-month (MtM). Terakselerasi dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 0,07%.

Sementara inflasi tahunan (year-on-year/YoY) per November 2020 berada di 1,59%. Juga lebih cepat dibandingkan Oktober 2020 yang sebesar 1,44%.

Menurut kelompok pengeluaran, kelompok makanan, minuman, dan tembakau menyumbang inflasi terbesar. Angkanya mencapai 0,86% MtM dan 2,87% YoY.

“Memang perlu diwaspadai terkait dimulainya musim penghujan dan libur panjang. Ke depan, terkait cuaca seperti ombak dan curah hujan tinggi bisa menghambat distribusi barang dari produsen ke konsumen,” kata Setianto, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS.

Setianto menambahkan, komoditas pangan yang mengalami kenaikan harga di antaranya adalah daging ayam ras, telur ayam ras, dan cabai merah. Biasanya pasokan komoditas-komoditas ini terkendala saat musim hujan, baik dari produksi maupun distribusinya.

Oleh karena itu, percepatan laju inflasi lebih disebabkan oleh terganggunya pasokan. Sepertinya belum menjadi pertanda bahwa permintaan sudah pulih.

Kelesuan permintaan tergambar dari laju inflasi inti. Pada November 2020, inflasi inti tercatat 1,67% YoY. Ini adalah yang terendah sejak BPS melaporkan data inflasi inti pada 2004.

Inflasi inti kerap digunakan sebagai indikator kekuatan konsumsi. Sebab, inflasi inti berisi barang dan jasa yang harganya tidak mudah naik-turun alias persisten. Saat harga yang ‘bandel’ saja sampai turun, artinya permintaan memang sepi sehingga penjual terpaksa memangkas harga.

Roda ekonomi belum berputar normal akibat pandemi virus corona. Per 30 November 2020, jumlah pasien positif corona di Indonesia mencapai 538.883 orang. Bertambah 4.617 orang (0,86%) dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Pada 29 November 2020, penambahan pasien positif mencapai 6.267 orang. Ini adalah rekor tertinggi sejak virus yang awalnya menyebar di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China itu mewabah di Indonesia.

Dalam 14 hari terakhir (17-30 November 2020), rata-rata penambahan pasien baru adalah 4.874 orang per hari. Melonjak dibandingkan hari sebelumnya yang rata-rata 3.946 orang per hari.

Oleh karena itu, pemerintah masih belum bisa sepenuhnya melonggarkan aktivitas publik, kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tetap berlaku. Kapasitas pengunjung di pusat perbelanjaan, restoran, atau lokasi wisata masih dibatasi. Ekonomi belum berputar dengan kapasitas penuh.

Akibatnya, gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau dirumahkan masih terjadi. Dalam siaran tertulis tertanggal 13 Oktober 2020, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengungkapkan pandemi virus corona menyebabkan jumlah penganggur bertambah menjadi 6,9 juta orang. Dari jumlah tersebut, 3,5 juta orang merupakan korban PHK.

Ketidakpastian prospek penghasilan pada masa mendatang membuat rumah tangga ragu untuk meningkatkan konsumsi. Dalam kondisi yang sangat tidak pasti (siapa tahu besok jadi korban PHK, amit-amit), lebih baik menunda konsumsi atau meningkatkan tabungan. Pandemi telah menghancurkan daya beli rakyat, dan hanya bisa pulih setelah roda ekonomi berputar lancar seperti dulu lagi.

(*/lk/ dilansir)

Komentar