Tuding Pernyatannya Bikin Ricuh Soal BAKAMLA RI, Mantan KABAIS Sebut Direktur MSC Gagal Paham…

 COAST GUARD yang benar itu adalah Indonesia Sea and Coast Guard yang dibentuk oleh UU 17/2008 tentang Pelayaran. Jadi kalau berbicara tentang COAST GUARD itu artinya berbicara UU 17/2008 tentang Pelayaran” ujar  Ponto.

 

JurnalPatroliNews – Jakarta,– Direktur Maritime Strategic Center, Sutisna menyayangkan pernyataan mantan Kabais bahwa Bakamla Coast Guard adalah palsu. Suasana mulai memanas setelah mantan Kabais, Ponto, “menyerang” balik Sutisna sebagai gagal paham terhadap persoalan tersebut.

Dalam wawancara khusus dengan JurnalPatroliNews baru-baru ini, Ponto menyebutkan Sutisna jelas gagal paham karena mengatakan Bakamla itu adalah Coast Guard.

“Nah di sinilah gagal pahamnya beliau. Saya tekankan lagi bahwa Bakamla itu jelas adalah Coast Guard palsu,” ujarnya.

Ponto pun memberikan alasannya. Menurutnya, Perpres 178/2014 mengatur tentang Pembentukan Bakamla bukan pembentukan Indonesia Coast Guard. Jadi karena pada Perpres itu yang tertulis adalah Bakamla, tapi pada kenyataannya pada semua kapal-kapal BAKAMLA tertulis INDONESIA COAST GUARD, maka itu artinya Coast Guard palsu.

Lanjut Ponto, pasal 59 ayat 3 UU nomor 32 tahun 2014 tentang Kelautan juga dengan jelas menyatakan bahwa institusi yang dibentuk itu adalah BAKAMLA bukan COAST GUARD. Selengkapnya Pasal 59 ayat 3 UU nomor 32 tahun 2014 tentang Kelautan berbunyi :
(3) Dalam rangka penegakan hukum di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi khususnya dalam melaksanakan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi Indonesia dibentuk Badan Keaman Laut (Bakamla).

“Badan Keamanan Laut Ini ibaratnya kan pada KTP tertulis namanya adalah BAKAMLA tapi ngakunya COAST GUARD. Apakah ini bukannya COAST GUARD palsu? Jelas palsu dong, yang tertulis BAKAMLA, tapi ngakunya COAST GUARD, jelas ini COAST GUARD palsu,” ujarnya.

Menurut Ponto, COAST GUARD yang benar itu adalah Indonesia Sea and Coast Guard yang dibentuk oleh UU 17/2008 tentang Pelayaran. Jadi kalau berbicara tentang COAST GUARD itu artinya berbicara UU 17/2008 tentang Pelayaran. Hal itu, menurut dia, dapat dilihat pada Penjelasan UU 17/2008 tentang Pelayaran yang selengkapnya berbunyi :
Selain hal tersebut di atas, yang juga diatur secara tegas dan jelas dalam Undang-Undang ini adalah pembentukan institusi di bidang penjagaan laut dan pantai (Sea and Coast Guard) yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada Presiden dan secara teknis operasional dan dilaksanakan oleh Menteri.

“Jadi pada penjelasan ini sangat jelas dinyatakan bahwa Undang-undang yang membentuk COAST GUARD adalah UU 17/2008 tentang Pelayaran, bukan UU 32/2014 tentang Kelautan. Itulah sebabnya ketika kapal-kapal BAKAMLA tertulis INDONESIA COAST GUARD, sangat jelas itu COAST GUARD palsu karena UU 32/2014 tentang Kelautan tidak mengatur COAST GUARD. Demikian juga Perpres 178/2014 itu tidak mengatur tentang pembentukan Coast Guard,” ujarnya.

Namun, Sutisna Pengamat Keamanan dan Pertahanan yang juga Direktur Maritime Strategic Center, menuding Ponto selalu membenturkan antar Lembaga terkait. Hal itu langsung dibantah Ponto.

“Saya tidak membenturkan, tapi meletakkan lembaga-lembaga itu pada relnya agar saling menghormati tugasnya sebagaimana diatur oleh Undang-undangnya masing-masing,” ucapnya.

Bakamla, kata dia menambahkan, karena diatur oleh UU 32/2014 tentang Kelautan, maka jangan keluar dari tugas yang diberikan oleh UU 32/2014 itu. Contohnya karena UU 32/2014 tentang Kelautan tidak mengatur bahwa Bakamla adalah Coast Guard.

“Maka tidak pantas kalau pada kapal-kapal Bakamla ditulis Coast Guard. Itu merupakan pembohongan publik,” katanya.

Pernyataan Sutisna bahwa Ponto adalah staf khusus Ditjen Hubla, juga dia bantah.

“Ya jelas itu sangat keliru. Saya bukan staf khusus Ditjen Hubla. Saya ulangi bahwa saya bukan staf khusus Ditjen Hubla dan juga tidak ada hubungan resmi dengan Ditjen Hubla maupun dengan Kemhub,” tegasnya.

JurnalPatroliNews juga menyinggung pernyataan Ponto saat Webinar Kemhub yang menyebutkan Bakamla adalah Coast Guard Palsu yang membuat ketidakpastian penegakan hukum di laut karena Bakamla menangkap kapal-kapal padahal tidak punya kewenangan. Karena kewenangan penangkapan ada pada penyidik, dan Bakamla bukan penyidik.

Menurut Sutisna pernyataaan itu sangat tidak mendasar karena dalam UU no 32 tahun 2014 pada pasal 63 telah memberikan kewenangan kepada BAKAMLA terkait penghentian, pemeriksaan dan penahanan dalam rangka penegakan hukum.

“Lagi lagi pak Sutisna ini gagal paham. Mari kita baca dulu isi pasal 63 UU 32/2014 tentang Kelautan,” kata dia lalu merinci pasal 63 tersebut.

Pasal 63 UU 32/2014 tentang Kelautan
(1) Dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 dan Pasal 62, Badan Keamanan Laut berwenang:
a. melakukan pengejaran seketika;
b. memberhentikan, memeriksa, menangkap, membawa, dan menyerahkan kapal ke instansi terkait yang berwenang untuk pelaksanaan proses hukum lebih lanjut; dan
c. mengintegrasikan sistem informasi keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia.

“Bapak Sutisna menyatakan bahwa Pasal 63 UU 32/2014 tentang Kelautan memberikan kewenangan kepada Bakamla untuk melakukan “penghentian, pemeriksaan dan penahanan dalam rangka penegakan hukum”. Artinya Bakamla dapat melaksanakan penegakan hukum kan? Ini mimpinya pak Sutisna aja.

Sangat jelas bahwa apa yang dinyatakan oleh pak Sutisna itu hasil karangannya sendiri atau hasil dari orang yang memberi bisikan kepada beliau,” imbuhnya.

Ponto mempersilakan membaca bunyi huruf b pasal 1 UU 32/2014 tentang Kelautan. Di situ yang tertulis adalah “memberhentikan, memeriksa, menangkap, membawa, dan menyerahkan kapal ke instansi terkait yang berwenang untuk pelaksanaan proses hukum lebih lanjut”.

“Artinya kalau mengikuti bunyi huruf b ayat 1 pasal 63 itu Bakamla hanya memberhentikan, memeriksa, menangkap, membawa, dan menyerahkan kapal ke instansi terkait yang berwenang untuk pelaksanaan proses hukum lebih lanjut. Artinya lagi bahwa BAKAMLA tidak berwenang melakukan proses hukum, katanya.

Oleh karena itu, kata dia, kapal-kapal yang ditangkap Bakamla harus diserahkan kepada instansi berwenang.

“Artinya lagi Bakamla bukan penegak hukum. Permasalahannya ketika instansi yang berwenang itu tidak mau menerima hasil tangkapan itu bagaimana nasib dari kapal yang sudah ditangkap itu? Terkatung-katung kan? Sudah pasti terjadilah ketidakpastian hukum,” sebut Ponto.

Dalam hal ini, menurut Ponto, Bakamla tidak bisa memaksa instansi berwenang untuk menerima kapal tangkapannya.

“Siapa yang jadi korban? Jelas yang jadi korban adalah rakyat pemilik kapal yang menjadi tidak jelas status hukum kapalnya yang ditangkap oleh Bakamla itu. Inilah buktinya yang saya katakan akibat Bakamla sebagai Coast Guard Palsu terjadilah ketidak pastian hukum yang sangat merugikan para pegiat ekonomi di laut. Lalu di mana salahnya pernyataan saya itu?” ucapnya.

Ponto pun menduga pernyataan Sutisna hanya bicara atas pesan sponsor. “Beliau itu kan bukan orang bodoh, beliau adalah Direktur Maritime Strategic Center. Sangat disayangkan orang seperti beliau sebegitu mudahnya dijadikan alat oleh orang-orang yang haus akan manisnya air laut,” katanya.

Dalam hal penegakan hukum, katanya menambahkan, yang menjadi “kitab sucinya” itu adalah KUHAP. Khusus untuk kewenangan penangkapan yang secara khusus diatur pada Ayat (1) Pasal 7 KUHAP yang menyatakan bahwa hanya Penyidik yang berwenang untuk menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan; melakukan pemeriksaan serta penyitaan surat.

“Oleh karena Bakamla bukan penyidik, maka Bakamla tidak berwenang untuk memberhentikan, memeriksa, atau menangkap kapal. Mungkin pak Sutisna belum membaca KUHAP ini. Atau sudah membacanya tapi belum mengerti karena lupa sama Bahasa Indonesia,” ujar Ponto.

Adapun Sutisna juga menjelaskan bahwa hadirnya BAKAMLA RI merupakan kebutuhan urgen yang sangat mendesak untuk masa depan Tata Kelola Keamanan Maritim yang diamanatkan melalui UU No.32 Tahun 2014 tentang Kelautan.

Menanggapi hal itu Ponto malah balik bertanya. “Urgen menurut siapa ? Di mana hal urgen itu ditulis? Dalam UU 32/2014 tentang Kelautan, pada pasal berapa ditulis bahwa kehadiran Bakamla itu urgen untuk kebutuhan Tata Kelola keamanan Maritim? Jangan ngarang-ngaranglah pak. Lagi-lagi pernyataan ini adalah hasil dari pembisik beliau. Sang pembisik kayaknya gak punya nyali untuk tampil, tapi menggunakan tangan orang lain,” ucapnya.

Ponto lalu meminta Sutisna menunjukkan Tata Kelola Keamanan Maritim itu diatur pada pasal berapa UU 32/2014 tentang Kelautan.

“Nanti dijawab ya pak Sutisna, jangan pengecut. Anda punya banyak pengikut sebagai Direktur Maritime Strategic Center,” katanya.

Lanjut Ponto, sepanjang pengetahuan dia, UU 32/2014 tentang Kelautan itu tidak mengatur Tata Kelola Keamanan Maritim. Tapi yang diatur adalah Tata Kelola dan Kelembagaan Laut yang diatur pada pasal 69 UU 32/2014 tentang Kelautan.

Sutisna menyatakan bahwa Bakamla yang direalisasikan pembentukannya juga atas izin Presiden melalui Perpres No. 178/2014 Tentang Pembentukan Badan Keamanan Laut, dan sudah seharusnya dapat diperkuat dengan RUU Kamla guna memperkuat sektor maritim dengan membangun sistem keamanan laut nasional yang terintegrasi.

Ponto menegaskan bahwa Sutisna terlihat betul-betul gagal paham. “Bakamla itu dibentuk melalui Perpres No. 178/2014 tentang Pembentukan Bakamla berdasarkan UU 32/2014 tentang Kelautan. Lalu bagaimana logikanya kemudian akan diperkuat lagi dengan RUU Kamla untuk memperkuat sektor Maritim? Kalau menurut saya ini logika yang gak nyambung. Kayaknya pernyataan ini hanya untuk membentuk opini bahwa Indonesia butuh UU KAMLA nih. Lumayan proyek RUU itu banyak manisannya,” kata Ponto.

“Saya ingin tanya lagi sama pak Sutisna, coba defenisikan dulu apa itu Keamanan Laut? Jangan asal bicara sesuai dengan pesan sponsor. Rakyat sudah muak menjadi korban dari sahwat kekuasaan segelintir orang yang ingin merasakan manisnya laut dengan mengorbankan kepentingan orang banyak,” imbuh Ponto.

Sebelumnya Sutisna juga menyayangkan sikap yang sering dikemukakan Ponto yang tidak mencerminkan sama sekali sikap kenegarawan.

“Beliau itu seharusnya memberikan masukan dan saran untuk saling menguatkan khususnya di sektor Keamanan Maritim yang hari ini masih tumpang tindih, akan tetapi beliau malah semakin memberikan gesekan. dan seakan-akan hanya satu lembaga saja yang menurutnya benar, dan lainnya salah semua,” demikian pernyataan Sutisna.

Ponto pun menegaskan sikapnya selama ini adalah melawan setiap perbuatan yang dilakukan oleh siapa saja sebagai akibat dari hasil penggalangan Intelijen asing, yang bertujuan utk menghancurkan sektor Kelautan negeri ini.

“Dalam kesimpulan saya bapak Sutisna ini sudah tergalang oleh Intelijen asing, karena hanya asal bicara mengikuti kemauan orang yang menggalangnya, dengan tidak melihat fakta yang sebenarnya terjadi. Kalau bapak bilang saya tidak memberikan masukan dan saran untuk saling menguatkan khususnya di sektor Keamanan Maritim lagi-lagi bapak Sutisna salah besar. Bapak sendiri yang menyatakan bahwa saya adalah staf khusus dari Dirjen Hubla. Ini tentunya karena melihat akitivitas saya yang selalu bicara tentang Kemaritiman. Padahal saya bukan staf khusus Dirjen Hubla,” ujarnya.

Ponto pun meminta Sutisna untuk menjelaskan apa itu Keamanan Maritim, lalu apa yang dimaksud dengan tumpang tindih itu?

“Selanjutnya Lembaga mana yang selalu saya katakan benar dan lainnya itu salah? Tolong kasih tahu yang benar pak, jangan pengecut begitu. Saya sudah kasih contoh, kalau bicara di depan umum itu harus terang dan jelas,” sebut Ponto.

Ponto kembali bertanya salahnya di mana kalau mengatakan Bakamla itu adalah Coast Guard palsu?

“Semua orang waras akan menyatakan bahwa bila nama tidak sesuai KTP itu adalah nama palsu. Perpres 178/2014 itu mengatur tentang Pembentukan Bakamla itu ibaratnya KTP Bakamla, tapi kenyatannya kapal-kapal Bakamla menggunakan nama Indonesia Cost Guard. Lalu di mana salahnya kalau saya sebut Bakamla adalah Coast Guard Palsu karena tidak sesuai dengan KTP nya?” ujarnya.

Presiden Joko Widodo sendiri yang memberikan arahan pada 2020 silam ketika mengangkat Laksdya Aan Kurnia sebagai Kepala BAKAMLA RI, mengharapkan ke depan, Bakamla itu menjadi embiro Coast Guardnya Indonesia. Ponto pun menanggapinya.

“Nah untung saja Presiden Jokowi itu orang Solo. Kalau beliau orang Sangir seperti saya, pasti beliau akan katakan “Bakamla Coast Palsu, bubarkan Bakamla, percepat bentuk Indonesia Coast Guard”.

Namun karena beliau sebagai orang Solo yang memiliki kesantunan tingkat tinggi, maka yang disampaikan oleh beliau adalah sesuatu yang dihaluskan. Sebagai contohnya beliau menyatakan bahwa “Bakamla menjadi embrio Coast Guard”, untuk menggantikan frasa “Bakamla itu bukan Coast Guard atau Bakamla itu Coast Guard Palsu”. Presiden Jokowi tidak menyatakan bawah Bakamla adalah Coast Guard Indonesia,” katanya.

Dalam hal ini, kata Ponto, lagi-lagi terjadi gagal paham. Menurutnya, Bakamla menjadi “embrio” Coast Guard Indoneisa bukan berarti Bakamla adalah Coast Guardnya Indonesia.

Kata “embrio” menurut KBBI berarti “benih” atau “bibit yang akan menjadi sesuatu”. Jadi frasa “Bakamla menjadi embrio Coast Guard Indonesia” berarti Bakamla adalah bibit atau benih yang akan menjadi Coast Guard.

“Saya ulangi “yang akan menjadi Coast Guard”. Artinya saat ini Bakamla bukan Coast Guard, tapi baru akan menjadi Coast Guard. Artinya saat ini Bakamla adalah Coast Guard Palsu. Ini buktinya bahwa Presiden pun juga tahu bahwa Bakamla itu adalah Coast Guard Palsu. Tapi seperti yang saya katakan tadi karena beliau orang Solo yang sangat santun, beliau menggunakan frasa yang halus yaitu “Bakamla menjadi embrio Coast Guard Indonesia,” tegasnya.

Dia kembali menegaskan, sangat berbeda frasa “Bakamla adalah Coast Guard” dan “Bakamla akan menjadi Coast Guard”. Artinya kalau Coast Guard sudah terbentuk, maka Bakamla bubar dengan sendirinya.

Karena Presiden Jokowi tahu bahwa Bakamla itu adalah Coast Guard Palsu, kata Ponto, maka Jokowi sebenarnya memerintahkan agar segera bubarkan Bakamla dan segera bentuk Indonesia Coast Guard. Tapi perintah itu dihaluskan dengan menggunakan frasa agar “percepat Transformasi Bakamla menjadi Coast Guard Indonesia”.

Lanjut Ponto, kata “Transformasi” menurut KBBI berarti rubah bentuk. Jadi Transformasi Bakamla menjadi Coast Guard Indonesia artinya percepat rubah bentuk Bakamla menjadi Indonesia Coast Guard.

“Nah sekarang saya tanya balik, mengapa perintah Presiden ini tidak dilaksanakan ? Hayo pak Sutisna harus menjawab nih,” ujar Ponto.

Saat ditanya bagaimana caranya agar Bakamla menjadi Coast Guard, Ponto mengatakan hal itu gampang sekali, tinggal bikin Peraturan Pemerintah pembentukan Coast Guard Indonesia berdasarkan pasal 281 UU 17/2008 tentang Pelayaran. Hanya petsoalannya, kata Ponto, mengapa tidak dikerjakan?

Sutisna juga menambahkan hadirnya BAKAMLA RI juga sejalan dengan visi ASEAN way dalam menjaga stabilitas keamanan di kawasan. Karena Pemerintah Joko Widodo bisa menggunakan pendekatan Diplomasi Maritim ala lambung putih untuk melakukan konsolidasi Keamanan Maritim antar negara-negara di Asia Tenggara dengan menggunakan Coast Guard to Coast Guard. Bila langkah ini berhasil, akan menunjukkan kepada dunia bahwa ASEAN semakin dewasa dan solid tidak mudah patah dan goyah menghadapi dinamika global saat ini, khususnya di kawasan Laut China Selatan.

Tapi bagi Ponto, pernyataan Sutisna itu hanya menunjukkan bahwa Sutisna gagal lagi paham.

“Bakamla itu jelas bukan Coast Guard. Bahkan Presiden Jokowi pun menyatakan bawah Bakamla itu adalah embrionnya Coast Guard. Bakamla dan Cost Guard itu adalah dua hal yang berbeda pak. Jangan dicampur aduk. Bakamla diatur oleh UU 32/2014 tentang Kelautan sedangkan Coast Guard diatur oleh UU 17/2008 tentang Pelayaran. Sekarang justru bapak Sutisna yang bertentangan dengan presiden Jokowi,” imbuh Ponto.

Dengan demikian, kata Ponto lagi, hadirnya Bakamla tidak sejalan dengan visi ASEAN, karena yang diharapkan ASEAN adalah hadirnya Coast Guard, bukan hadirnya Bakamla.

Ponto pun mengingatkan Sutisna agar sebelum memberi komentar baik secara langsung atau secara tidak langsung pahami dulu apa yang akan disampaikan.

“Karena bapak itu adalah seorang Direktur Maritime Strategic Center yang banyak pengikutnya. Jangan sampai yang bapak sampaikan itu seperti sekarang ini, hampir semuanya tidak sesuai dengan fakta yang ada. Ini merupakan satu tanda-tanda bahwa bapak ini telah tergalang oleh orang yang berkepentingan untuk mempertahankan keberadaan Bakamla yang baru dua tahun lahir sudah tersangkut kasus korupsi,” pungkasnya.

Komentar