Gagal Menang Kasasi, PT TMS Mulai ‘Serang’ Anggota SSI

JurnalPatroliNews – Manado, – Usai kalah dalam kasasi di tingkat Mahkamah Agung (MA), PT Tambang Mas Sangihe (TMS) mulai ‘menyerang’ anggota masyarakat yang tergabung dalam kelompok Save Sangihe Island (SSI) yang getol menolak aktifitas PT TMS.

Tim Hukum SSI, Revoldi Koleangan mengatakan, serangan terhadap SSI, terlihat dalam sebuah video di kanal youtube dengan judul “Kontrak Karya PT. TMS masih berlaku”, yang menampilkan CEO PT TMS Terry Filbert didampingi pengacara, Rico Pandeirot.

“Video berdurasi 22 menit tersebut terdapat sejumlah fitnah yang menyerang nama baik serta kehormatan individu yang tergabung dalam SSI maupun lembaga SSI,” ujar Revoldi Koleangan, Jumat (10/2/2023).

Pada video itu, PT TMS menyebutkan SSI adalah penambang ilegal atau bekerja-sama dengan penambang ilegal yang mengambil emas di wilayah konsesi PT TMS sebesar Rp100 miliar, kemudian menghabiskan dana sebesar Rp3,5 miliar untuk memperkaya diri, dan membiayai keluarga anggota-anggota SSI.

Sebagai tanggapan atas pernyataan tersebut, Koleangan menyebutkan beberapa point.

Berdasarkan fakta-fakta dan data yang ada termasuk keterangan resmi Dirjen Minerba Kementerian ESDM yang ditayangkan secara luas oleh salah satu TV nasional, sekitar April-Juni 2021, PT TMS nyata-nyata mengakui bekerja sama dengan pelaku penambang ilegal yang bergabung dalam wadah Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI), dengan memberikan 10 hektar lahan konsesi PT TMS kepada penambang rakyat.

“Kami menduga, design kerjasama TMS dengan PETI tersebut, bertujuan menghadang penolakan SSI yang menempuh jalur hukum untuk pencabutan izin tambang PT TMS. Ini hanya metode adu domba picisan dari TMS,” kata Koleangan.

Lanjut Koleangan, upaya PT TMS mencari-cari tau dapur dan finansial SSI, merupakan bukti tidak menerima putusan Mahkamah Agung telah memerintahkan dicabutnya keputusan izin operasi produksi PT TMS.

Dikatakannya, CEO PT TMS tidak dapat memahami budaya baku-kongkong masyarakat Sangihe sehingga mulai melancarkan tuduhan sampah.

SSI sendiri sangat menyesalkan jika ada pejabat-pejabat atau bahkan institusi pemerintah yang menelan secara mentah-mentah dan membenarkan tudingan-tudingan sampah dari CEO TMS.

“Ini tidak saja mengecewakan kami sebagai masyarakat tetapi juga memunculkan dugaan penyalahgunaan jabatan serta pelanggaran sumpah jabatan, terutama pejabat-pejabat pemerintah yang ikut-serta menuding SSI sebagai bagian atau bahkan dalang dari PETI, kok tanpa dasar hukum yang kuat mau terlibat dalam pro kontra yang ditimbulkan TMS dari politik adu domba?” tambah Koleangan.

Poin lainnya, SSI merasa heran dengan sikap PT TMS yang menuding dalang dari semua permasalahan yang terjadi di Sangihe adalah SSI.

Koleangan mencontohkan, pada kasus pengrusakan mess PT TMS di Desa Bentung dilaporkan ke Polres Sangihe dilakukan oleh SSI, tetapi sebenarnya dilakukan oleh masyarakat Desa Kaluwatu karena mobilisasi alat berat PT TMS telah berakibat rusaknya gapura Kampung Kaluwatu.

Kemudian kasus pembunuhan antar sesama masyarakat di Kampung Bowone, dimana korban pembunuhan kebetulan adalah karyawan PT TMS.

Mengenai permasalahan hukum terkait putusan Pengadilan dalam kasus PT TMS, SSI telah mengajukan 2 perkara terkait izin-izin PT TMS.

Perkara pertama diajukan di PTUN Jakarta dengan menggugat Menteri ESDM RI sebagai penerbit keputusan SK Nomor 163.K/MB.04/DJB/2021 tanggal 29 Januari 2021 tentang “Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Kontrak Karya PT TMS”.

Perkara ini di tingkat Kasasi Mahkamah Agung, dimenangkan SSI sebagaimana Putusan Nomor: 650 K/TUN/20222 tertanggal 12 Januari 2023 yang menyatakan menolak Kasasi Menteri ESDM RI dan PT TMS.

Hal ini mengandung makna bahwa SK Menteri ESDM No 163.K/MB.04/DJB/2021 yang telah dinyatakan batal dan tidak sah disertai perintah pencabutan SK tersebut oleh putusan banding Pengadilan Tinggi TUN Jakarta No. 140/B/2022/PT.TUN-Jkt tertanggal 31 Agustus 2022.

“Artinya PT TMS tidak lagi memiliki dasar hukum untuk melakukan aktivitas pertambangannya yang mencakup kegiatan operasi serta kegiatan produksi,” tambahnya.

Lanjut Koleangan, perintah UU No 4/2009 dan Perubahannya melalui UU No 3/2020 tentang Minerba, nyata-nyata terdapat ketentuan setiap kegiatan pertambangan wajib memiliki IUP (Izin Usaha Pertambangan).

“Artinya, jika PT TMS bermaksud melakukan kegiatan apapun dengan dalih memiliki Kontrak Karya, misalnya kegiatan eksplorasi, maka menurut itu melanggar ketentuan pidana Pasal 158 UU No 4/2009 dan/atau Pasal 158 UU No. 3/2020,” tegasnya sembari kembali mengulang bahwa segala aktivitas PT TMS, pasca putusan Kasasi No. 650 K/TUN/20222 tertanggal 12 Januari 2023, adalah ilegal.

Komentar