Selain kasus ini, empat perkara lainnya yang mendapat persetujuan untuk diselesaikan secara restoratif adalah:
- Natasya Regina Wongkar (Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni) – Dugaan pelanggaran Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
- Frits Kewesare (Kejaksaan Negeri Sorong) – Dugaan pelanggaran Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
- Rustiana Sofianingsih, Arnasya Anggita Engellika, Listiyana alias Amanda Tia, dan Novya Riski Saputri (Kejaksaan Negeri Yogyakarta) – Dugaan pelanggaran Pasal 351 Ayat (1) jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penganiayaan.
- Sulastri alias Mak Kael (Kejaksaan Negeri Rokan Hilir) – Dugaan pelanggaran Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
Adapun alasan utama pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini meliputi beberapa faktor, di antaranya:
- Proses mediasi telah dilakukan dengan kesepakatan damai antara korban dan tersangka.
- Tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan tindak pidana.
- Ancaman pidana yang dikenakan tidak lebih dari lima tahun.
- Kesepakatan damai dilakukan secara sukarela tanpa tekanan.
- Masyarakat setempat merespons positif penyelesaian perkara melalui mekanisme ini.
“Para Kepala Kejaksaan Negeri diharapkan segera menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ujar JAM-Pidum dalam penutupannya.
Dengan pendekatan ini, Kejaksaan RI terus berupaya menghadirkan keadilan yang lebih manusiawi dan proporsional bagi masyarakat, serta memastikan penyelesaian perkara yang lebih efektif dan berkeadilan.
Komentar