Varanasi: Kota Tersuci dan Pusat Makanan Vegetarian Tertua di Dunia di India, ‘dimana Dilarang Menyajikan Daging’

JurnalPatroliNews – Telah lama dikenal sebagai salah satu kota tersuci di dunia, ibu kota spiritual India yaitu Varanasi kini juga memikat para peziarah kuliner karena menjadi surga makanan vegetarian.

Dihuni setidaknya sejak 1800 Sebelum Masehi, Varanasi terkenal sebagai salah satu kota tertua yang masih hidup di Bumi.

Kota ini juga adalah salah satu tempat yang paling suci bagi sekitar 1,2 miliar umat Hindu di dunia.

Setiap hari, saat suara lonceng kuil bergema di atas kepala, puluhan ribu umat menuruni 88 anak tangga batu (ghat) untuk mencelupkan diri ke Sungai Gangga – ritual penghapusan dosa-dosa mereka.

Di dekatnya, terdapat dua tempat kremasi di mana kayu dibakar sepanjang waktu. Di sana, kerabat yang berduka berduyun-duyun memberikan penghormatan terakhir atas keluarga mereka yang meninggal.

Mereka percaya bahwa Dewa Shiva atau Siwa sendirilah yang membisikkan mantra Tarak (nyanyian pembebasan) ke telinga semua orang yang dikremasi di sini, memberi mereka moksha instan atau keselamatan.

Namun, alasan saya mengunjungi Varanasi cukup berbeda. Saya tidak datang untuk menghadapi kematian atau membersihkan jiwa. Saya datang untuk mencicipi makanan vegetarian yang unik di kota yang mana daging dilarang disajikan.

Siwa, dewa vegetarian

Mengemudi melalui jalan-jalan kota yang sibuk, Rakesh Giri, sopir yang pandai bercerita, memberi tahu saya bagaimana Siwa, dewa perusak alam semesta, telah mendirikan Varanasi pada zaman dahulu kala, menurut kepercayaan Hindu.

Seperti kebanyakan penduduk Varanasi, Giri adalah seorang Shaivite (pemuja Siwa) yang taat.

Dan sebagai pengikut, Giri percaya Siwa adalah dewa vegetarian. Giri dan sebagian besar penduduk Varanasi lain mengikuti diet ketat sattvic (vegetarian murni).

“Saya dan keluarga saya telah menjadi vegetarian murni selama beberapa generasi. Kami bahkan menolak untuk minum air di rumah di mana telur dikonsumsi,” kata Giri sambil menurunkan saya.

Varanasi mungkin merupakan ibu kota spiritual India, tetapi tidak dikenal sebagai tujuan para peziarah kuliner.

Sebagian besar pelancong makanan kemungkinan akan berduyun-duyun ke pusat kuliner terkenal di Delhi, Kolkata atau Chennai sebelum menuju Varanasi.

Namun kini, para koki dari seluruh dunia mulai terinspirasi dari warisan kuliner Varanasi.

Chef Vikas Khanna, yang menerima bintang Michelin setiap tahun dari 2011 hingga 2016 ketika ia mengelola Restoran Junoon di Manhattan, mengatakan bahwa ia terpesona oleh panekuk tepung soba vrat ke kuttu yang disajikan di satu kuil Varanasi.

“Saya telah melakukan yang terbaik untuk membuatnya kembali di dapur saya di Manhattan. Rasanya seperti surga,” kata Khanna kepada Lonely Planet pada tahun 2020.

Koki yang dua kali memperoleh bintang Michelin, Atul Kochhar, menamai restoran India modernnya di London Benares (nama Varanasi selama pemerintahan Inggris).

Dalam buku masaknya, Atul menampilkan resep perpaduan vegetarian, seperti panekuk buncis dan salad tomat tradisional, yang menonjolkan kombinasi rasa manis dan asam.

Bahkan, koki selebritas India Sanjeev Kapoor telah menulis tentang kesukaannya pada makanan Varanasi, menyoroti sajian vegetariannya yang luar biasa.

Perpaduan sattvic dan spiritualitas

Tentu saja, di sebuah negara yang penduduknya 80% Hindu dan 20% vegetarian, pilihan tanpa daging ada di mana-mana.

Tetapi apa yang membuat masakan vegetarian Varanasi begitu menarik adalah bagaimana spesialisasi sattvic dan vegetariannya secara langsung dipengaruhi oleh rasa tradisi spiritualitas kuat.

Menu sattvic didasarkan pada prinsip-prinsip Ayurveda dan mematuhi standar vegetarianisme yang paling ketat yang ditentukan oleh Sanatana dharma, suatu bentuk absolut dari agama Hindu.

Seperti, melarang penggunaan bawang merah dan bawang putih dalam masakan, yang diyakini dapat meningkatkan kemarahan, agresi dan kecemasan, antara lain.

“Hampir setiap rumah tangga Hindu di Varanasi memiliki altar yang didedikasikan untuk Siwa di rumah. Makan daging di rumah tidak terpikirkan,” jelas Abhishek Shukla, seorang shastri (pendeta) di Kuil Kashi Vishwanath yang terkenal di Varanasi.

“Tetap sattvic adalah prioritas bagi mereka yang ingin mencapai keselamatan karena kami percaya bahwa jiwa kita akan menderita seperti yang kita bunuh untuk makanan, dan sebaliknya. Daging, bawang dan bawang putih memperburuk kecenderungan tamasic (kebalikan dari sattvic), sehingga sulit bagi orang untuk berkonsentrasi dan melakukan penilaian yang baik.”

Secara tradisional, banyak restoran Varanasi telah menyajikan daging untuk melayani wisatawan Barat dan peziarah Hindu non-vegetarian, dan masakan sattvic lokal haya menjadi makanan utama di rumah-rumah.

Bangkitnya makanan vegetarian

Namun pada 2019, pemerintah BJP nasionalis Hindu melarang penjualan dan konsumsi daging dalam radius 250 meter dari semua kuil dan situs warisan Varanasi.

Kebijakan itu mendorong restoran untuk mulai menyajikan resep vegetarian dan sattvic lokal yang telah diturunkan dari generasi ke generasi yang sebelumnya tidak tersedia untuk pengunjung.

Di dalam hotel mewah BrijRama Palace, dibagun dengan struktur batu pasir yang megah di Sungai Gangga di Munshi Ghat, koki eksekutif Manoj Verma menerapkan pengetahuan ensiklopedisnya tentang buku teks tradisional memasak vegetarian Varanasi.

“Ketika saya pertama kali mengambil alih dapur, saya langsung memasukkan hidangan seperti khatta meetha kaddu (labu asam manis) dan nimona (kacang polong tumbuk berbumbu) di menu kami,” kata Verma.

“Ini adalah hidangan sederhana yang tidak akan pernah dicicipi tamu kami sebelumnya,” tambahnya.

Verma mendemonstrasikan bagaimana dia menyiapkan nimona, mengurangi pure kacang hijau dalam panci, menambahkan kentang rebus dan menuangkan campuran rempah-rempah harum seperti biji jintan utuh, asafoetida, dan cabai hijau yang dihaluskan dalam minyak panas.

Disajikan dengan sesendok ghee di atas nasi basmati kukus, manisnya krim kacang polong dan gigitan kontras dari kentang pada dasarnya adalah jawaban Varanasi untuk cucina povera Italia, di mana makanan “petani” lokal sedang diangkat oleh koki inovatif.

Verma menunjukkan bahwa larangan daging 2019 telah memupuk kreativitas di kalangan koki generasi baru di Varanasi.

Meskipun dia telah menyajikan makanan kepada tamu selebriti India hingga internasional, kehormatan terbesarnya didapat ketika koki Khanna datang untuk mencicipi makanannya.

Dalam apa yang dianggap sebagai tanda penghormatan tertinggi dalam budaya India, koki berbintang Michelin itu membungkuk dan menyentuh kaki Verma.

“Itu di tengah-tengah pengunjung lain di restoran saya. Saya tidak akan pernah melupakannya,” kata Verma.

Di seluruh kota, Shree Shivay adalah salah satu dari semakin banyak restoran yang menyajikan resep sattvic lokal.

Saat ini, penduduk setempat memperkirakan ada 40 hingga 200 restoran sattvic di Varanasi, lompatan besar sejak larangan daging 2019.

Menu restoran, yang berubah dua kali sehari berdasarkan apa yang tersedia di pasar lokal pagi itu, menampilkan thalis atau menu set, dengan setidaknya 12 hidangan berbeda.

Setelah berbulan-bulan bereksperimen dengan hati-hati, tiga koki restoran menemukan formula di mana mereka dapat meniru rasa saus apa pun dengan menggunakan lima bahan utama: kacang mete, biji poppy, biji melon, tomat, dan chironji (biji kacang yang endemik di India utara).

Makanan favorit saya adalah kadhi pakora (pangsit tepung buncis goreng dalam saus yoghurt), rajma (kacang merah dalam saus tomat) dan paneer (keju cottage India).

Rasa tepung buncis panggang kadhi, kekentalan saus rajma dan kesegaran paneer tidak pernah saya temukan di manapun di seluruh India utara.

Di luar restorannya, jajanan kaki lima Varanasi juga serupa dengan kemeriahan yang ada di Bangkok atau Istanbul.

Meskipun banyak makanan sattvic yang dijual dapat ditemukan di tempat lain di India, makanan ringan chaat Delhi (camilan gurih yang menggabungkan beberapa tekstur dan rasa) atau vada pav Mumbai (burger kentang) sangat khas dan menggugah selera.

Salah satu contohnya adalah tomat chaat, yang dijual di kios Kashi Chaat Bhandar.

“Ketika putri pengusaha miliarder Lakshmi Mittal menikah di Prancis, mereka memilih kami sebagai salah satu katering,” kata pemilik generasi ketiga Yash Khetri.

Dibuat dengan bahan dasar tomat tumbuk yang direndam dalam sirup gula jinten dan sev renyah (mie tepung buncis goreng), resep aslinya dikembangkan pada tahun 1968 oleh kakek Khetri.

Hari ini, Anda tidak akan menemukannya di tempat lain di luar Varanasi.

Contoh lain adalah teh susu manis berbusa yang disajikan di kios Lakshmi Chai Wale dalam cangkir terakota dengan roti panggang malai.

Makanan pendamping yang lezat ini terdiri dari dua potong roti yang dipanggang di atas bara panas, kemudian diolesi krim segar dan ditaburi gula pasir.

Di seberang kota, daya tarik utama di restoran Baati Chokha di Varanasi adalah baati, roti gandum yang keras dan tidak beragi dan makanan khas di negara bagian Uttar Pradesh yang dipanggang di atas kotoran sapi kering (yang dibentuk seperti kue).

Bahkan, saat pengunjung masuk, mereka akan disambut oleh pemandangan kue kotoran sapi kering yang ditumpuk ke langit-langit di gudang luar ruangan.

Restoran itu melakukan semuanya sendiri, mulai dari menumbuk rempah-rempah di penggilingan batu hingga menggiling tepung untuk baati.

Sayuran untuk chokha pendamping yang dibuat dari terong, kentang dan tomat, juga dipanggang di atas kue kotoran yang sama, sebelum direbus dalam campuran rempah-rempah dalam pot tanah liat.

Pemandu lokal, Manjeet Sahani, yang sering mengantar pengunjung ke restoran tersebut mengatakan, “Awalnya saya pikir melihat kue kotoran sapi mungkin membuat orang kesal. Sejujurnya, kebanyakan orang yang saya bawa ke sini mengatakan bahwa ini adalah makanan terenak yang mereka pernah makan di India.”

Kebanyakan orang India tahu bahwa Varanasi adalah ibu kota paan (daun sirih), dan saya tidak akan meninggalkan Varanasi tanpa mencobanya.

Paan biasanya dinikmati di akhir makan karena membantu pencernaan dan berfungsi sebagai penyegar nafas.

Di warung Netaji Paan Bhandar, cucu pendiri asli dan pemilik saat ini, Pavan Chaurasiya, menyusun kelopak mawar, pinang dan jeruk nipis di atas daun sirih segar sebelum melipatnya dengan presisi seperti origami dan menyajikannya kepada saya di atas perak baki.

Di atas meja ada kliping koran berlaminasi yang menunjukkan ketika mantan perdana menteri India, Indira Gandhi, mengunjungi toko mereka pada tahun 1976.

Saya tidak bisa meminta akhir yang lebih pas untuk ziarah vegetarian di Varanasi selain mencicipi manisnya paan yang telah lama dicintai ini.

Jutaan pengunjung datang ke Varanasi setiap tahun selama masa non-pandemi, dan pemerintah India baru-baru ini mengumumkan bahwa mereka akan mulai mengeluarkan visa untuk pelancong internasional mulai November ini.

Mungkin sebagian besar yang datang ke Varanasi bertujuan untuk mencari keselamatan spiritual, tapi terdapat surga vegetarian di sini yang wajib dinikmati.

Komentar