KPK Menahan Reyna Usman, Politikus PKB, dan Pejabat Kemnaker Terkait Kasus Korupsi

JurnalPatroliNews – Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), telah menetapkan dua pejabat Kementerian Tenaga Kerja sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan sistem proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) pada tahun anggaran 2012.

Dua pejabat tersebut adalah mantan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Reyna Usman, yang juga merupakan Wakil Ketua PKB Bali dan calon anggota DPR RI dari Gorontalo, serta Sekretaris Badan Perencanaan dan Pengembangan Kemnaker, I Nyoman Darmanta.

Selain itu, seorang swasta bernama Karunia, Direktur PT Adi Inti Mandiri, juga ditetapkan sebagai tersangka.

“Hari ini setelah melalui berbagai proses mulai dari penerimaan laporan, hingga penyelidikan kami mendapatkan alat bukti yang cukup untuk dinaikkan ke tahap penyidikan dan kami mengumumkan pelaku atau tersangka,”

Alexander menegaskan bahwa Reyna dan Nyoman Darmanta akan ditahan selama 20 hari pertama di Rutan KPK untuk kebutuhan penyidikan.

Kasus ini bermula pada tahun 2012 ketika Kementerian Tenaga Kerja melakukan pengadaan sistem proteksi TKI dalam upaya pengolahan data. Reyna, sebagai Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja, mengajukan anggaran sebesar Rp 20 miliar, sementara Nyoman Darmanta ditunjuk sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK).

Pada Maret 2012, Reyna, Nyoman, dan Karunia bertemu untuk menyusun Harga Perkiraan Sendiri proyek.

Dalam pertemuan tersebut, disepakati bahwa proyek ini akan dikerjakan oleh perusahaan milik Karunia. Alexander menyatakan bahwa penyidik menduga lelang proyek ini telah dikondisikan untuk memenangkan perusahaan tersebut, bahkan dengan menyajikan dua perusahaan yang seolah-olah bersaing.

Akibat dari kongkalikong ini, pelaksanaan proyek menjadi tidak maksimal, dengan item-item pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi, termasuk komposisi software dan hardware.

Meskipun proyek tidak rampung, Nyoman selaku PPK tetap memerintahkan pembayaran kepada Karunia sebesar 100%.

“Kondisi faktual dimaksud belum dilakukan instalasi pemasangan hardware dan software sama sekali untuk yang menjadi basis penempatan TKI di Malaysia dan Arab Saudi,” kata Alex.

Menurut Alexander, hasil penghitungan Badan Pemeriksa Keuangan menunjukkan bahwa kasus ini diduga menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 17,6 miliar.

Komentar