Beda Alasan Kemenhub, Kemenperin Beberkan Soal Penolakan Impor KRL Bekas Jepang

JurnalPatroliNews – Jakarta – PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) mengajukan izin untuk mengimpor KRL bekas dari Jepang. Alasannya, ada 16 train set KRL Jabodetabek yang harus dipensiunkan pada 2023 dan 2024.

Namun, impor KRL bekas ini masih tertahan karena terganjal rekomendasi izin dari Kementerian Perindustrian. KCI telah mengajukan surat izin impor KRL Bekas Jepang ke Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan sejak 13 September 2022. Namun, Kemendag butuh rekomendasi teknis dari Kemenperin dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

Kemenperin melalui Ditjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) baru merespons surat tersebut pada 6 Januari 2023. Isinya adalah penolakan impor dengan alasan kebutuhan kereta api harus dipenuhi dari produksi dalam negeri, dalam hal ini diproduksi oleh PT Industri Kereta Api (Persero) atau INKA.

Artinya KCI belum dapat mengimpor KRL bekas Jepang. Sebagai gantinya mereka harus melakukan subsitusi impor yaitu dengan Program Peningkatan Pengguna Produk Dalam Negeri (P3DN) dengan memesan KRL dari INKA.

“PT Industri Kereta Api (INKA) bisa membuat itu semua, kenapa kita harus impor gerbong kereta api bekas dari Jepang. Katanya bangga beli buatan Indonesia. Bangladesh saja membeli produk kereta kita sampai Rp 1,3 triliun,” ungkap Sekretaris Jenderal Kemenperin Dody Widodo seperti dikutip, Minggu (5/3/2023).

Apa yang disampaikan Kemenperin berbeda dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Guna memberikan layanan yang baik kepada penumpang, Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kemenhub mendukung upaya peremajaan sarana kereta rel listrik (KRL) yang sedang dilakukan oleh KCI karena usia sarana kereta yang akan pensiun.

Dukungan ini disampaikan dalam bentuk surat rekomendasi teknis yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Perkeretaapian dengan tanggal 19 Desember 2022.

“Pengadaan sarana ini harus segera dilaksanakan untuk menggantikan beberapa rangkaian kereta yang akan dipensiunkan pada 2023-2024 mengingat usia pakainya yang sudah terlalu lama,” sebut Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati dalam keterangannya.

Selain didorong oleh faktor usia sarana, kebutuhan pengadaan muncul untuk mengakomodasi pertumbuhan penumpang. Berdasarkan data yang dilaporkan oleh KCI, realisasi penumpang tertinggi sebelum pandemi sudah menyentuh angka 336,3 juta orang penumpang pada 2019. Jumlah penumpang diproyeksikan akan terus meningkat hingga 523,6 juta orang pada 2040.

Guna mengakomodasi pertumbuhan tersebut, diperlukan upaya untuk meningkatkan kapasitas angkut dari 436 juta orang penumpang pada 2023, menjadi 517 juta orang pada 2026.
“Semoga upaya ini tetap membuat KCI dapat memberikan layanan terbaik bagi masyarakat,” ujar Adita.
Adita menyadari, ada kebutuhan lain dalam pengadaan sarana kereta api ini, yakni pemanfaatan produk dalam negeri, dengan penggunaan produk INKA. Namun demikian perlu ada solusi sementara untuk mengatasi lonjakan penumpang KRL sampai produk INKA selesai dan dapat digunakan untuk melayani penumpang.

Adita menjelaskan, masa produksi sarana kereta KRL baru oleh INKA membutuhkan waktu 2-3 tahun, sejak sekarang.
“Sehingga, sarana KRL bukan baru menjadi pilihan yang bijak menurut kami, sembari menunggu proses produksi dari INKA selesai. Tentu kami dari Kemenhub sangat mendukung pengadaan sarana produksi dalam negeri untuk memajukan industri kita sehingga kami pun sangat mengapresiasi langkah KCI yang sudah meneken MoU dengan PT INKA untuk pengadaan ini,” ucap Adita.

Berkaitan dengan hal tersebut, Adita menegaskan, salah satu rekomendasi Kementerian Perhubungan untuk pengadaan sarana KRL bukan baru adalah KCI harus memastikan kelayakan komponen-komponen sarana yang berhubungan langsung dengan keselamatan.

Jika nanti sudah diputuskan akan dilakukan pengadaan sarana bukan baru, Kemenhub minta KCI pun dapat memperhatikan komponen seperti bogie, roda, kelistrikan, dan pengereman agar dapat diperbaiki atau diganti dengan komponen baru.

Adita mengingatkan agar pengujian pertama dan penerbitan sertifikat kelayakan operasional harus melalui prosedur dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh DJKA Kementerian Perhubungan. Adita juga menghimbau sarana bukan baru yang didatangkan dari Jepang nantinya dapat direvitalisasi menggunakan komponen-komponen produksi dalam negeri untuk tetap mendukung industri lokal.

Komentar