Buruh Migran Indonesia Diperlakukan Tak Manusiawi Dalam Proses Deportasi Dari Malaysia

Jurnalpatrolinews – Jakarta : Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB) melaporkan buruh migran Indonesia mengalami perlakuan tidak manusiawi sepanjang proses deportasi dari Malaysia selama pandemi Covid-19.

Temuan ini diungkapkan oleh Tim Pencari Fakta KBMB melalui penelusuran pada Juni hingga September 2020, dimana ada 1.082 buruh migran yang dideportasi dari negara bagian Sabah, Malaysia sebagai dampak dari kebijakan menangani pandemi Covid-19.

Mereka menelusuri berdasarkan kesaksian dari 43 deportan, di antaranya 21 laki-laki, 20 perempuan, dan dua orang anak asal Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat.

Anggota Tim Pencari Fakta KBMB Abu Mufakhir mengatakan para buruh migran ini merupakan warga negara Indonesia yang telah menetap hingga puluhan tahun di Sabah.

Mereka telah lahir, besar, dan berkeluarga di Sabah, bahkan tidak lagi mengenal keluarga yang berada di Indonesia.

Sebagian besar dari mereka bekerja di sektor perkebunan sawit dan tidak memiliki dokumen resmi.

Menurut Abu, tidak satu pun deportan mendapatkan haknya untuk diproses hukum secara adil. Proses pemeriksaan berlangsung penuh stigma.

Sejumlah kesaksian mengatakan ada deportan yang ditangkap oleh polisi tidak berseragam saat berjalan-jalan di kota, ada yang ditangkap saat bekerja di perkebunan sawit, hingga ditangkap saat sedang tidur di kontrakan.

Mereka kemudian menjalani proses hukum dan ditahan di Pusat Tahanan Sementara (PTS).

“Tidak satu pun deportan didampingi oleh kuasa hukum,” kata Abu dalam konferensi pers virtual pada Rabu.

Abu melanjutkan, para deportan terpaksa mendekam di PTS lebih lama dari tenggat waktu yang seharusnya karena lambatnya birokrasi pada proses deportasi.

“Penahanan yang berlarut-larut ini disebabkan oleh administrasi deportasi yang kompleks dan tidak efisien,” kata Abu.

“Paling cepat deportan ditahan di PTS selama dua bulan, bahkan beberapa deportan sampai 9 hingga 12 bulan,” lanjut dia.

Selama di PTS itu mereka mengalami kekerasan seperti dipukul dan ditendang ketika melakukan kesalahan.

Barang-barang pribadi mereka seperti ponsel, jam tangan, dan uang diambil oleh petugas. Abu juga mengatakan para tahanan dipekerjakan sebagai pemungut sampah dan tukang kebun dengan upah RM30 sen atau Rp1.050.

Kondisi PTS yang melebihi kapasitas juga memprihatinkan. Deportan menderita penyakit kulit hingga tekanan mental.

Satu blok berukuran 10 x 15 meter berisi 200 orang dengan tiga toilet. Selain itu, air di kamar mandi kotor dan macet. Deportan juga mengaku sering mendapatkan makanan basi dan tidak layak.

Komisioner Komnas HAM Indonesia Choirul Anam mengatakan perlu ada kerja sama yang efektif antara Pemerintah Malaysia dan Indonesia terkait situasi ini.

Dia juga menyerukan agar ada pengawasan terhadap sektor perkebunan sawit yang banyak menyerap buruh migran ilegal sebagai tenaga kerja mereka.

Anam melanjutkan, Komnas HAM akan bekerja sama dengan Suruhanjaya Hak Asasi Manusia (Suhakam) Malaysia untuk menindaklanjuti dan menginvestigasi lebih jauh laporan ini.

“Tujuannya supaya ada rekomendasi bersama agar akar persoalannya bisa diselesaikan,” tutur dia. (AA)

Komentar