Ekonomi Rusia di Ambang Krisis, Perusahaan Terancam Bangkrut Massal, Ada Apa?

JurnalPatroliNews Moskow – Ekonomi Rusia kini menghadapi ancaman serius dengan potensi kebangkrutan massal yang menghantui banyak perusahaan, terutama di sektor-sektor vital seperti pertahanan.

Para ahli memperingatkan bahwa beban utang yang melilit perusahaan-perusahaan Rusia, ditambah dengan suku bunga yang sangat tinggi, dapat memicu gelombang kebangkrutan yang meluas.

Sergey Chemezov, Kepala Konglomerat Rostec yang dikelola negara, baru-baru ini memperingatkan bahwa sektor pertahanan, yang sangat penting bagi Rusia, dapat mengalami kebangkrutan massal jika suku bunga tetap tinggi.

Chemezov mengungkapkan bahwa banyak perusahaan pertahanan yang mengandalkan pinjaman bank untuk menutupi biaya produksi. “Pembayaran pesanan di muka hanya menutupi 40% dari biaya produksi, sementara 60% sisanya harus dipinjam dari bank.

Jika kita terus beroperasi seperti ini, sebagian besar bisnis kita akan bangkrut,” ujar Chemezov, seperti dilaporkan Express pada Selasa (12/11/2024).

Menurutnya, bahkan penjualan senjata yang selama ini menjadi sumber pendapatan utama bagi perusahaan-perusahaan pertahanan Rusia, tidak mampu menghasilkan laba yang cukup untuk membayar utang yang sudah terakumulasi dengan suku bunga yang sangat tinggi, yang saat ini mencapai lebih dari 20%.

Kondisi Keuangan yang Mengkhawatirkan

Selama beberapa tahun terakhir, banyak perusahaan Rusia berusaha memanfaatkan suku bunga rendah untuk memanfaatkan peluang mengambil alih bisnis-bisnis Barat yang terpaksa meninggalkan Rusia setelah invasi ke Ukraina dan pemberlakuan sanksi internasional.

Meskipun suku bunga Rusia sempat melonjak tajam hingga 20% setelah sanksi internasional diberlakukan, suku bunga ini kemudian menurun menjadi sekitar 7,5%, yang membuat banyak perusahaan bergegas meminjam uang.

Pada masa itu, perusahaan-perusahaan Rusia membeli anak perusahaan lokal dari perusahaan Barat yang keluar dari pasar Rusia, serta berinvestasi dalam proyek substitusi impor untuk mengurangi ketergantungan pada impor dari luar negeri.

Namun, perusahaan-perusahaan ini semakin banyak mengambil pinjaman dengan suku bunga mengambang, yang kini dikaitkan dengan suku bunga acuan Bank Sentral Rusia.

Porsi pinjaman dengan suku bunga mengambang yang sebelumnya hanya sekitar 20% dari total pinjaman, pada pertengahan 2023 melonjak menjadi 44%.

Hal ini didorong oleh harapan bahwa suku bunga akan terus menurun, yang pada gilirannya dapat mengurangi beban utang perusahaan.

Namun, dalam upaya mengendalikan inflasi yang melonjak, Bank Sentral Rusia baru-baru ini menaikkan suku bunga acuan ke level tertinggi dalam sejarah, yaitu 21%. Kenaikan tajam ini membuat banyak perusahaan kesulitan dalam melayani utang mereka, yang menyebabkan peningkatan risiko gagal bayar.

Tanda-Tanda Krisis Ekonomi

Oleg Kuzmin, ekonom di Renaissance Capital, memperingatkan bahwa perusahaan-perusahaan dengan leverage tinggi (pinjaman besar) berada dalam bahaya besar.

Banyak dari perusahaan ini yang bergantung pada pinjaman baru untuk melunasi pinjaman lama, namun dengan suku bunga yang mencapai level tertinggi, opsi tersebut kini menjadi sangat tidak terjangkau.

Kekhawatiran akan meningkatnya kebangkrutan perusahaan pun semakin nyata. Kebangkrutan perusahaan telah meningkat lebih dari 20% dalam sembilan bulan pertama tahun ini dibandingkan dengan tahun 2023.

Para pengusaha di Rusia kini menghadapi masalah besar, dengan banyak yang mengeluhkan kesulitan membayar mitra bisnis mereka tepat waktu.

Laporan terbaru dari Persatuan Industrialis dan Pengusaha Rusia menunjukkan lonjakan tajam dalam pengaduan keterlambatan pembayaran, yang sebelumnya dialami oleh 22% pemilik bisnis, kini melonjak menjadi 37%.

Dengan kondisi ini, Rusia kini berada di ambang krisis ekonomi yang lebih besar, dengan kebangkrutan dan kegagalan perusahaan yang mungkin terjadi secara massal dalam waktu dekat.

Para ekonom dan pengusaha di dalam negeri berharap ada kebijakan fiskal dan moneter yang dapat meredakan tekanan pada sektor bisnis, namun tantangan besar masih harus dihadapi untuk mencegah terjadinya “tsunami” kebangkrutan yang bisa melumpuhkan ekonomi negara.

Komentar