Heru Pambudi Angkat Bicara, Namanya Disebut Mahfud Md & Awal Mula Transaksi Rp 189 T

Mahfud menerangkan dugaan pencucian uang itu diserahkan PPATK langsung dengan data laporan. Penyerahan dilakukan pada 13 November 2017.

“Di sini kasus mengenai tadi yang Rp 189 triliun ini tidak bisa diserahkan dengan surat karena sensitif. Oleh sebab itu diserahkan by hand per tanggal 13 November 2017,” ujarnya.

Mahfud juga menyebut sejumlah nama yang menerima laporan PPATK, mulai Heru Pambudi yang saat itu menjabat Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Sumiyati yang saat itu menjabat Inspektur Jenderal Kemenkeu, kemudian ada dua nama lain dari Inspektorat Jenderal Kemenkeu dan Ditjen Bea dan Cukai.

“Ini yang serahkan Ketuanya Pak Badaruddin, Pak Dian Ediana, kemudian Heru Pambudi dari Dirjen Bea Cukai, lalu Sumiyati Irjennya. Ini ada tanda tangan semua nih bahwa 2013 kasus ini masuk,” tutur Mahfud.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Askolani membeberkan asal-usul munculnya transaksi Rp 189 triliun. Awalnya pada 2016 petugas Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea Cukai di Soekarno Hatta melakukan penindakan terhadap 1 perusahaan yang melakukan eksportasi emas.

Kegiatan itu berhasil dicegah karena katanya berbentuk perhiasan, padahal isinya emas batangan (ingot).
“Tindakan ini kemudian dibawa ke pengadilan. Temuannya adalah 218 kilogram emas yang nilainya mencapai US$ 6,8 juta,” kata Askolani.

Setelah berkas perkara lengkap (P21), didakwa satu tersangka perorangan. Kemudian pada 2017 Bea Cukai kalah dalam sidang dan pengadilan menyatakan yang bersangkutan tidak terbukti melakukan tindak pidana.

“Keputusan pengadilan adalah tidak terbukti melakukan perbuatan didakwakan, jadi dinilai bukan merupakan tindak pidana, itu putusan 2017,” ujar Askolani.

Selang beberapa bulan, pihak Bea Cukai kembali melakukan kasasi. Kali ini pihaknya menang dan tersangka mendapatkan sanksi pidana 6 bulan serta denda Rp 2,3 miliar, ada juga perusahaan dikenakan denda Rp 500 juta.

Merasa tidak terima dengan keputusan tersebut, tersangka melakukan peninjauan kembali (PK) pada 2019. Hasilnya, Bea Cukai kembali kalah sehingga terlapor dinyatakan tidak melakukan tindak pidana.
“Sehingga dari keputusan itu kita tidak bisa bawa ke TPPU seperti yang dimintakan oleh PPATK,” bebernya.

Pada 2020, Bea Cukai kembali melakukan penilaian terhadap 9 entitas wajib pajak badan yang melakukan eksportasi emas senilai total Rp 189 triliun. Belajar dari hasil PK kasus 2016, diputuskan bahwa tidak ada pelanggaran kepabeanan.

“Dari review bersama, belajar dari keputusan bersama PK di 2017, kita dengan PPATK menyatakan bahwa ini tidak ada tindak pidana kepabeanan. 2020 ini nilainya Rp 189 triliun yang masuk ke definisi perusahaan, jadi tidak ada yang menyangkut sama sekali pegawai di Kemenkeu,” ucapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan TPPU selalu berkaitan dengan tindak pidana asal (TPA). Ketika TPA tidak terbukti oleh pengadilan, maka TPPU tidak maju.

“Laporan PPATK dengan nilai total keluar masuk Rp 189 triliun diterima DJBC dan ditindaklanjuti dengan hasil tidak ditemukan indikasi pelanggaran di bidang kepabeanan. Indikasi itu dinyatakan dalam satu rapat dengan PPATK pada Agustus 2020,” ujar Suahasil.

Komentar