Infonya Ada Penyadapan?, Eks Anak Buah Juliari Batubara Mengaku Buang HP dan Ganti Nomor

JurnalPatroliNews – Jakarta – Eks Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako COVID-19 di Kementerian Sosial, Matheus Joko Santoso, mengaku pernah diminta mengganti nomor dan ponsel. Sebab ia menerima informasi ada penyadapan terkait pengadaan bansos.

Hal itu disampaikan Joko ketika menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (7/6). Ia menjadi saksi untuk terdakwa eks Mensos Juliari Batubara yang didakwa menerima suap Rp 32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bansos COVID-19.

“Pada bulan Mei 2020, saya diminta Pak Adi datang ke kantor, saya dari Bandung saat itu, ternyata saya diminta segera ganti HP dan nomor karena infonya ada penyadapan,” kata Joko dikutip dari Antara.

“Saat itu di ruangan ada Pak Kukuh dan Pak Adi,” tambah dia.

Kukuh yang dimaksud adalah Tim Teknis Juliari Batubara bidang komunikasi. Sedangkan Adi adalah Adi Wahyono Kabiro Umum Kementerian Sosial.

Joko, Adi, dan Juliari merupakan terdakwa bersama-sama menerima suap terkait pengadaan bansos. Kasus ini awalnya terungkap saat Joko ditangkap dalam OTT KPK. Belakangan, Juliari dan Adi pun dijerat.

“Saya juga pernah dipanggil Pak Erwin Tobing, tim teknis Pak Juliari soal adanya penyadapan ini,” ungkap Joko.

Erwin TPL Tobing adalah Staf Khusus Menteri Bidang Hubungan Antar Lembaga. Ia merupakan pensiunan kepolisian.

“Tidak tahu siapa yang menyadap, masih meraba-raba. Akhirnya saya ganti ‘handphone’,” ucap Joko.

Selain itu, Joko mengaku sempat diminta untuk mengganti komputer pribadinya.

“Dalam BAP 96, Saudara mengatakan ‘Saya diminta untuk membanting dan mengganti laptop pribadi saya untuk menghilangkan komitmen penerimaan untuk menteri, sama seperti HP arahan dari Kukuh di hadapan Adi Wahyono’ Apakah benar?” tanya jaksa penuntut umum M Nur Azis.

“Betul tapi karena saya tidak mencatat di laptop jadi saya tidak membanting laptop. Saya tulis tangan dan catat di ruang ULP,” jawab Joko.

“Dalam BAP, Saudara juga mengatakan ‘Perintah itu diketahui Erwin Tobing dan Juliari Batubara karena dalam pertemuan itu Adi mengatakan sudah dipanggil Erwin Tobing dan Juliari Batubara dan mendapat arahan yang sama seperti arahan Kukuh kepada saya’, ini benar?” tanya jaksa.

“Iya seperti itu arahannya,” jawab Joko.

Joko bertugas mengutip Rp 10 ribu per paket sembako sebagai fee setoran dan Rp 1.000 per paket sembako sebagai fee operasional dari para perusahaan vendor penyedia bansos sembako.
Pagu anggaran per paket sendiri adalah Rp 300 ribu per paket dengan jumlah paket per tahap adalah 1,9 juta paket.

Putaran pertama pengadaan bansos sembako berlangsung pada April-Juni 2020 untuk 6 tahap pengadaan sedangkan putaran kedua berlangsung pada Juli-November 2020 untuk 6 tahap pengadaan dengan nilai total anggaran Rp 6,84 triliun.
Total fee bansos yang dipungut Joko dari perusahaan vendor bansos dalam putaran pertama dan putaran kedua adalah sebesar Rp 31,632 miliar. Dari jumlah tersebut, menurut Joko sebesar Rp 14,7 miliar sudah diserahkan ke Juliari.

Rinciannya, fee putaran pertama adalah senilai Rp 19,132 miliar. Fee tersebut terdiri dari fee untuk menteri sebesar Rp 14,014 miliar namun baru diberikan Rp 11,2 miliar.

Sehingga tersisa Rp 2,815 miliar dan fee operasional senilai Rp 5,117 miliar namun baru digunakan sebesar Rp 4,825 miliar sehingga tersisa Rp 292 juta. Sisa fee yang masih ada di Joko adalah sebesar Rp 3,107 miliar.

Selanjutnya pada putaran kedua, Joko dan Adi Wahyono berhasil mengumpulkan total fee sebesar Rp 12,5 miliar. Dari jumlah tersebut, sudah diberikan Rp 3,5 miliar kepada Juliari Batubara dan untuk biaya operasional sebesar Rp 2,605 miliar. Sehingga sisanya adalah Rp 6,395 miliar.

(*/lk)

Komentar