Kenapa Indonesia Tak Melunasi Utang dengan Cara Printing Money?

JurnalPatroliNews – Jakarta – Printing Money dan Korelasi Antara Emas dan Mata Uang

Mungkin salah satu dari kamu yang membaca tulisan ini memiliki banyak pertanyaan mengenai utang negara dan pelunasannya. Seperti misalnya, kenapa utang Indonesia tidak dibayar dengan printing money aja? Atau kenapa Indonesia malah berutang, kok tidak printing money aja kalau mau bangun ekonomi negara?

Nah, saya akan membantu untuk menjawab berbagai pertanyaan-pertanyaan itu. Ketika kita berbicara printing money, maka kita juga akan bicara tentang nilai mata uang dan juga emas. Lalu apa korelasi antara ketiga hal tersebut?

Inflasi, Emas, dan Nilai Mata Uang

Bicara tentang inflasi, Bank Indonesia mendefinisikannya sebagai kenaikan harga barang atau jasa secara umum yang terjadi terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Dalam artian, apabila kenaikan harga hanya terjadi pada satu atau dua barang saja maka hal itu tidak dapat dikatakan inflasi.

Jadi baru dapat dikatakan inflasi apabila kenaikan harga tersebut mempengaruhi harga barang lainnya. Jika harga barang atau jasa mengalami peningkatan secara menyeluruh, maka inflasi akan mengalami kenaikan yang menyebabkan turunnya nilai mata uang.

Selain itu perlu anda diketahui sedikit penjelasan tentang logam mulia. Logam mulia adalah logam yang mampu tahan terhadap korosi dan oksidasi. Secara bentuk fisiknya, logam mulia atau logam adi memiliki tekstur yang keras, tahan banting, tidak lapuk, tidak berkarat, dan mudah dibentuk.

Jenis logam mulia yang paling populer adalah emas. Karakteristik emas itu mudah ditempa, elastis, dan warnanya kuning mengkilap. Di samping itu, emas tidak mudah terkontaminasi zat kimia lain. Oleh sebab itu, emas sering menjadi bahan perhiasan seperti anting, kalung, cincin, gelang, dan perhiasan lainnya.

Dalam hal ini, banyak juga perhiasan yang menggunakan campuran emas dengan perak agar lebih kuat permukaannya. Semakin tinggi kadar emasnya, maka akan semakin tinggi pula nilainya.

Untuk Apa Negara Menyimpan Emas?

Emas adalah faktor penting bagi suatu negara untuk membantu menjaga fluktuasi nilai mata uang negara tersebut. Sebab, setiap naik dan turunnya harga emas pada suatu negara dapat berpengaruh terhadap nilai tukar.

Ketika permintaan emas terhadap USD mengalami penurunan, maka nilai tukar terhadap USD akan mengalami lonjakan. Begitupun dengan sebaliknya.

Krisis Ekonomi dan Teori MMT

Jika kita flashback pada tahun 1961-1965, Indonesia pernah mengalami krisis ekonomi. Pada saat itu adalah masa kepemimpinan presiden pertama Indonesia yaitu Ir Soekarno. Sebelum terjadinya hyperinflasi, pada tahun 1957 pemerintah mengeluarkan perintah yang “ugal-ugalan” yaitu mengubah UU independensi bank sentral.

Sejak tahun 1957 bank sentral kehilangan otoritas sebagai lembaga independen yang mengatur kebijakan moneter tanpa diganggu pemerintah.

Setelah perubahan UU itu, pemerintah gencar untuk mencetak uang besar-besaran untuk kebutuhan anggaran militer hingga membangun proyek di Pulau Jawa. Saat itulah penyebaran uang sangatlah tinggi yang menyebabkan inflasi hingga 650 persen.

Lalu, Apa Masih Mungkin Printing Money Dilakukan?

Ada teori yang bernama MMT (modern monetary theory). Teori ini terkenal saat dikemukakan oleh Michael Hudson dan dipromosikan oleh Hudson Institute. Dalam konsep MMT ala Michael Hudson, uang bukanlah komoditas yang harus dibeli dan dijual dengan bunga, melainkan alat yang digunakan untuk memfasilitasi kegiatan ekonomi.

Dalam sistem ini, pemerintah bertanggung jawab untuk memastikan uang beredar dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, tanpa menimbulkan inflasi yang berlebihan.

Bagi para pengkritik konsep MMT, mereka sering kali berpendapat bahwa mencetak uang tanpa batas akan menyebabkan inflasi yang tak terkendali. Bahkan, menghancurkan nilai mata uang.

Namun, dalam konsep MMT ala Michael Hudson, inflasi dapat dihindari dengan mengendalikan jumlah uang yang beredar dalam masyarakat. Pemerintah dapat melakukan ini dengan memonitor kebutuhan uang dalam masyarakat dan menyesuaikan jumlah uang yang dikeluarkan.

Bayangkan saja misalnya MMT ini diterapkan di Indonesia. Saya mengambil contoh, misalnya seorang petani yang ingin membeli benih untuk menanam padi.

Dalam konsep MMT, pemerintah dapat mencetak uang dan memberikannya kepada petani tersebut untuk membeli benih padi, tanpa harus meminjam uang dari bank yang memberikan bunga. Petani tersebut dapat menanam padi dan menjualnya setelah panen, sehingga dapat mengembalikan uang yang diberi pemerintah.

Namun, di Indonesia, ada beberapa hambatan yang harus diatasi untuk menerapkan konsep MMT ala Michael Hudson. Salah satunya adalah undang-undang perbankan yang masih mewajibkan bank memberikan bunga atas pinjaman yang diberikan. Hal ini menjadi penghalang bagi pemerintah untuk mencetak uang tanpa batas dan memberikan pinjaman tanpa bunga.

Dalam teori hukum Indonesia, sistem perbankan yang mewajibkan bank memberikan bunga atas pinjaman merupakan bagian dari sistem perbankan konvensional yang berbasis riba. Namun, di Indonesia juga terdapat bank-bank syariah yang menerapkan prinsip bebas riba dan mengikuti prinsip syariah Islam. Bank-bank syariah ini dapat menjadi alternatif bagi pemerintah untuk menerapkan konsep MMT ala Michael Hudson.

Namun, untuk menerapkan konsep MMT ala Michael Hudson dengan efektif, diperlukan pemerintahan yang bertanggung jawab dan transparan dalam mengelola keuangan negara. Pemerintah harus memiliki rencana yang jelas dalam penggunaan uang, serta harus memastikan bahwa uang tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan bukan untuk kepentingan politik atau pihak tertentu saja.

Dalam kesimpulannya, konsep MMT ala Michael Hudson menawarkan alternatif yang menarik bagi sistem ekonomi yang sudah ada saat ini. Konsep ini menekankan pada penggunaan uang sebagai alat untuk memfasilitasi kegiatan ekonomi dan memberikan manfaat bagi masyarakat secara umum.

Namun, untuk menerapkan konsep ini dengan efektif di Indonesia, diperlukan perubahan dalam sistem perbankan dan kesadaran masyarakat tentang pengelolaan keuangan negara yang bertanggung jawab.

Komentar