Ngabalin ke Pengkritik Jokowi: Mau Ketemu Presiden? Saya Atur

JurnalPatroliNewsJakarta – Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Ali Mochtar Ngabalin, menegaskan, Presiden Jokowi tidak antikritik. Termasuk kritik yang datang dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia. Bila perlu, Ngabalin siap memfasilitasi para pengkritik bertemu Jokowi. “Saya atur,” kata Ngabalin.

Pernyataan itu disampaikan Ngabalin dalam diskusi daring Cross Check From Home, kemarin. Eks politisi PBB itu mengaku bingung dengan maksud kritik yang disampaikan BEM UI kepada Jokowi. “Kalau kritik tidak ada masalah. tapi kalau nyinyir, menyebut The King of Lip Service, apa artinya?” kata Ngabalin.

Komisaris Pelindo III itu menyayangkan, mahasiswa sebagai kalangan in telektual menyampaikan kritik tanpa adanya solusi. Menurutnya, jika BEM UI mengkritik cara kerja pemerintah, harus bisa menunjukkan cara konkret.

“Kalau mengkritik, misal satu kebijakan yang dilakukan pemerintah, tapi dia bisa memberikan contoh seperti begini caranya kerja yang benar. Kritik kan begitu,” ungkapnya.

Padahal, lanjut dia, kalau BEM UI memang punya kritik dan aspirasi yang ingin disampaikan, pihaknya punya wadah yang bisa menampung, namanya “KSP Mendengar” yang dibuat oleh Kantor Staf Kepresidenan yang dipimpin jenderal (Purn) Moeldoko.

“Di tempat itu, kalau teman-teman misal melihat ada yang tidak beres atau tidak bagus, di sana teman-teman mengungkapkan ekspresi itu,” sebutnya. Kalau belum puas juga, Ngabalin bersedia memfasilitasi pertemuan antara BEM UI dengan mantan wali kota Solo itu. “Atau juga kepengin jumpa dengan presidennya, saya bisa atur itu,” tegasnya.

Apa tanggapan BEM UI? Ketua BEM UI, Leon Alvinda Putra, siap menerima tantangan Ngabalin. Pihaknya siap membuka kajian tentang solusi permasalahan yang mereka propagandakan. “Toh, banyak elemen gerakan juga yang menuliskan kajian untuk pemerintah. Jadi, kritik King of Lip Service punya substansi dan argumen konkret,” jawabnya saat dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin.

Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI), Djayadi Hanan, ikut membela BEM UI. Kata dia, kritik dengan solusi yang disampaikan Ngabalin seperti alasan pejabat Orde Baru yang alergi dikritik. “Boleh kritik, tapi harus ada solusi, itu kan pernyataan halus tidak mau menerima kritik. Itu cara Orde Baru membungkam kritik secara halus,” beber Jayadi, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Jayadi justru curiga, Ngabalin tidak paham dengan maksud julukan King of Lip Service yang disampaikan BEM UI. Menurutnya, julukan itu sebagai ekspresi kekecewaan mahasiswa yang menganggap presiden banyak tidak menunaikan janji-janji yang telah diucapkannya.

“Contoh, katanya ingin memperkuat KPK, eh malah dilemahin. Menurut saya, jelas yang dimaksud BEM UI itu,” tukasnya.

Hal senada juga disampaikan Direktur Eksekutif Indonesian Pubic Institute (IPI), Karyono Wibowo. Menurutnya, cara menyampaikan pendapat seperti BEM UI bukan hal baru di negeri ini. Bagi pihak yang memandang demokrasi sebagai kebebasan absolut dan memaknai demokrasi sebagai sesuatu yang “bebas nilai”, maka kelompok ini menilai cara mengkritik BEM UI sebagai hal yang lazim.

“Kritik dengan cara apapun dinilai sah karena itu merupakan bentuk ekspresi demokrasi,” papar Karyono, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Komentar