Pesan untuk Menjaga Budaya Indonesia Dalam Renggana, dari Komunitas Perempuan Menari

JurnalPatroliNews – Jakarta – Setelah tahun lalu sukses menyelenggarakan pentas Dayana Dwipantara di Gedung Pusat Perfilman H. Usmar Ismail, Jakarta, kini Komunitas Perempuan Menari akan kembali dengan pentas bertajuk Renggana. Pentas ini merupakan pentas kelima di Gedung Kesenian Jakarta, Sabtu (4/11).

Komunitas Perempuan Menari telah menyelenggarakan pentas tahunan sejak 2018, diawali dengan Seloka Swarnadwipa, selanjutnya Pesona Timur pada 2019 dan Genderang Swargabhumi pada 2020. Kendati di tengah pandemi, dengan semangat tinggi pementasan Genderang Swargabhumi tetap terlaksana secara virtual.

Nama Renggana yang menjadi tema besar pentas ini, dapat diartikan sebagai ‘perempuan pujaan’ diambil dari bahasa Sansekerta. Nama ini juga diartikan sebagai perempuan yang setia, welas asih, dan penyayang. Selain itu, Renggana memiliki karakter yang menyukai tantangan, kepribadian luwes, ingin hidup damai, serta menginginkan kesepadanan intelektual dengan pasangannya.

Penata Tari Supriyadi Arsyad menyebutkan, dalam pertunjukan Renggana, perempuan memegang peran sentral. Mereka menjadi pujaan, baik oleh laki-laki maupun anak-anak. Mereka tidak hanya tampil di panggung, tetapi juga merawat, melestarikan, dan menjaga budaya Indonesia, terutama dalam seni tari.

“Ini adalah cara untuk menghormati dan mengapresiasi peran perempuan dalam masyarakat,” kata Supriyadi Arsyad.

Pentas Renggana juga merupakan wujud dari keinginan para perempuan yang mencintai budaya untuk berkontribusi dalam melestarikan budaya Indonesia. Para perempuan yang awalnya mungkin tidak memiliki latar belakang dalam seni tari, kini ingin menjalani keinginan mereka untuk melestarikan budaya dengan cara yang unik.

“Renggana adalah bentuk penghargaan kami dan panggung untuk menyampaikan pesan cinta terhadap budaya Indonesia,” kata Ketua Pelaksana Pentas Renggana, Marina Joy.

Pentas dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama terdiri dari tarian repertoar, yang mencakup beragam budaya, seperti tarian dari Palembang, Jawa, Betawi, dan Ambon. Kemudian, ada sesi kedua yang disebut “tarian garapan” di mana semua penari akan turun bersama-sama. Tarian-tarian ini merupakan garapan budaya dari tari tradisional yang diolah dengan sentuhan kreativitas dan menghadirkan nuansa segar bagi penonton.

Selain itu, ada pembacaan Pasal 6 Gurindam 12 karya sastra Raja Ali Haji oleh Aylawati Sarwono, selaku bintang tamu. Hal ini yang menjadi keunikan dari pentas Komunitas Perempuan Menari kali ini.

Komentar