“Politik Industri Nasional dan Program Hilirisasi”

Indonesia harus menempuh reformasi struktural perekonomian dari produk-produk bernilai tambah rendah kepada produk bernilai tambah tinggi. Harus ada perpindahan alokasi sumber daya dari modal kerja dan tenaga kerja ke sektor produksi bernilai tambah tinggi.

“Proses tersebut sebagaimana yang dilakukan oleh negara industri maju yang memulai dari industri pengolahan ke industrialisasi skala besar manufaktur, kemudian baru beralih ke sektor jasa yang mempunyai kontribusi besar dari masing-masing sektor terhadap GDP.” Kata Eisha.

Di Indonesia program hilirisasi dan industrialisasi tidak terjadi. Setelah masa 80-an peran sektor manufaktur terindikasi menurun dengan produk-produk bernilai tambah tinggi juga hilang.  Ini menunjukkan bahwa politik industri tidak berjalan, sehingga mendesak sekarang dilakukan. Berbeda dengan negara maju seperti Jerman yang ketika memasuki tahapan menurunnya industrialisasi namun telah mencapai pendapatan per kapita yang tinggi sebagai negara maju. Sementara Indonesia malah menurun dari negara midle menjadi negara lower midle income.

Dr. Fachru Nofrian, Peneliti LP3ES mengungkapkan bahwa satu-satunya strategi ekonomi yang bisa menghasilkan akumulasi hanyalah Hilirisasi dan industrialisasi.

“Sayangnya, di Indonesia muncul hilirisasi tetapi tidak mempunyai politik industri mumpuni, sehingga tidak terjadi industrialisasi. Selama orde baru, pertumbuhan ekonomi Indonesia memang rata-rata tinggi 7 persen, tetapi tidak ada industrialisasi. Tingkat pertumbuhan ekonomi terjadi tetapi tidak terjad industrialisasi.” Katanya.

Komentar