Prof. Rokhmin Dahuri: Jangan Sepelekan Sumber Daya Kelautan Indonesia

Hingga saat ini, Indonesia masih merupakan negara berkembang dengan pendapatan per kapita US$5.400. Dibandingkan dengan negara-negara lain, seperti Singapura, Korea Selatan, dan Taiwan yang sumber daya alamnya terbatas, mereka mampu menjadi negara maju dengan pendapatan per kapita lebih dari US$30.000.

“Kami menempati peringkat keenam di ASEAN untuk HDI (Human Development Index),” kata Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia  ini.

Prof. Rokhmin Dahuri mengatakan, sebenarnya Indonesia memiliki sumber daya yang cukup untuk menjadi negara maju. Pertama, jumlah penduduk yang besar, yakni 250 juta orang dengan usia produktif lebih banyak daripada usia nonproduktif (bonus demografi). “Ini adalah pasar yang luar biasa besar,” tambahnya. Apalagi jumlah kelas menengah terus bertambah.

Kedua, sumber daya alam yang melimpah, baik di darat maupun di laut. Ketiga, posisi geoekonomi yang sangat strategis, di jantung perdagangan global.

Sekitar 45% dari seluruh komoditas dan barang yang diperdagangkan di dunia dengan nilai US$1.500 triliun per tahun diangkut melalui perairan Indonesia.

Sayangnya, sejak 1987 hingga sekarang, devisa Indonesia terus terbuang rata-rata US$16 miliar per tahun untuk membayar jasa kapal asing yang mengangkut barang ekspor dan impor serta kapal asing yang beroperasi antar pulau di Indonesia.

Namun, pemerintah belum secara optimal memanfaatkan potensi perairan Indonesia. Selama 10 tahun terakhir, sebagian besar (sekitar 70%) pertumbuhan ekonomi Indonesia dihasilkan oleh sektor konsumsi, ekspor komoditas mentah (seperti batu bara, mineral, kelapa sawit, udang, tuna, dan rumput laut), jasa keuangan, dan sektor riil yang tidak dapat diperdagangkan, seperti hotel, apartemen, pusat perbelanjaan, hiburan, gedung, dan jasa transportasi. Sektor-sektor tersebut umumnya berada di daerah perkotaan, dan menyerap tenaga kerja lebih sedikit, sekitar 40.000 hingga 150.000 orang per 1% pertumbuhan ekonomi.

Komentar