Stafsus BPIP: Literasi Dan Kekritisan Dibutuhkan Anak Muda

JurnalPatroliNews – Semarang – Sekolah Tinggi Pastoral Kateketik Santo Fransiskus Asisi Semarang mengadakan Seminar Nasional dengan tema “Orang Muda Menghidupi Pancasila Menuju Indonesia Emas” di Kota Semarang, pada hari Jumat (17/11/2023).

Hadir sebagai narasumber, Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Antonius Benny Susetyo, dan F.X. Sugiyono, sebagai Wakil Uskup Semarang. Acara ini dihadiri kurang lebih 400 orang, baik secara luring ataupun daring, dari seluruh Indonesia.

Benny, sapaan akrab Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP ini, menyatakan bahwa terjadi sebuah keprihatinan terhadap anak muda.

“Beberapa tahun lalu, survei dari Setara Institute menunjukkan sekitar 73% anak muda setingkat SMA menyatakan ideologi Pancasila bukanlah final. Kenapa ini bisa terjadi? Memori anak muda kita terhadap Pancasila hilang, dan ini yang paling besar: hilangnya keteladanan, role model, bagi anak muda, akan seseorang yang pancasilais,” ujarnya.

Rohaniwan Katolik ini menyatakan bahwa tidak adanya role model ini berdampak besar kepada anak-anak muda.

“Yang dipertontonkan adalah pelanggaran hukum dan norma etika, yang baru-baru ini misalnya, MK dan keputusan MKMK. Ini persoalan aplikasi nilai-nilai Pancasila. Pancasila belum menjadi pandangan hidup. Praktek KKN, kekerasan, hukum tebang pilih. Akibatnya, anak-anak cuek terhadap Pancasila, karena tidak ada role model yang aktual dan masih berkarya sekarang di Indonesia. Ini harus menjadi perhatian serius semua unsur bangsa,” serunya.

“Bicara Pancasila adalah bicara bagaimana nilai dalam ketuhanan, yang artinya orang yang memiliki nilai ketuhanan berarti bisa mengaplikasikan kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, musyawarah mufakat dan keadilan sosial. Aplikasi ini jauh, karena orang-orang sekarang haus kekuasaan dan kekuatan.”

Pakar komunikasi politik ini menyatakan bagaimana anak-anak muda hidup di era teknologi ini

“Anak-anak muda ini anak-anak yang hidup di dunia teknologi, instan dan cepat. Kekuatan visualnya kuat, tetapi gampang bisanan. Ingin cepat tapi tidak matang. Maka, anak-anak membutuhkan pelajaran berpikir kritis dan literasi, maka anak muda tidak mudah dimanipulasi teknologi, jiwa merdekanya tidak terenggut. Teknologi harus menjadi sarana mempersatukan, bukan memecah belah. Prakteknya sekarang, teknologi membuat peminggiran dan manipulasi terhadap kemanusiaan yang adil dan beradab. Hati-hati terhadap manipulasi, oleh karena itu, berpikirlah kritis dan tambah ilmu literasi,” jelasnya.

“Instan ini berbahaya, dan ini membahayakan ideologi. Ideologi juga harus menjadi ideologi bekerja. Anak-anak muda jangan terjerat dengan ‘populerisme’ dan menghalalkan segala cara. Melukai diri sendiri, merendahkan martabatnya sendiri, hanya agar dapat banyak followers. Inilah dibutuhkan kekritisan anak muda.”

Benny mengajak anak-anak muda untuk memerangi konten yang merusak.

“Teman-teman muda harus punya literasi kebangsaan, jadilah kritis. Buat gagasan yang bernilai Pancasila. Jangan hanya ikut arus dan tidak memakai kemampuan berpikir kritisnya. Jangan sampai kita hidup instan terus, tetapi harus cerdas, dan mewujudkan masyarakat adil dan makmur.”

Komentar