Pengamat Hukum Nilai Gugatan Dinasti Politik Bukan Obyek dan Kompetensi Pengadilan TUN

Selanjutnya, ia mengatakan bahwa secara legal rasional maupun legal faktual gugatan Pengadilan Tata Usaha Negara akanmengalami kesulitan prosedural untuk membentuk keyakinannya yang harus di bangun dari bukti-bukti dan bukan sekedar opini-opini yang disampaikan selama ini.

“Katakanlah hakim TUN dituntut untuk membentuk semacam innovation intepretation (perluasan penafsiran) Alat bukti dengan konsep nepotism evidence sampai hari ini tulisan ini diturunkan hampir tidak ada putusan TUN dengan model tafsir semacam itu apalagi motif argumentasi mengarah kepada pembuktian kesalahan pejabat TUN menyalahgunakan wewenangnya,” tambahnya.

Pembuktian tendensius semacam itu tidaklah masuk rasio hukum hakim TUN

Tina uga menyebut apabila merujuk prinsip yurisprudensi sekalipun tidak dianut tegas di Pengadilan TUN Indonesia dalam berbagai yurisprudensi baik yurisprudensi tetap maupun yurisprudensi tidak tetap katakanlah dengan causa psikologis maupun causa politik, praktis para hakim tidak mungkin didesak dan dipaksa keluar dari fatsun hukumnya.

“Jadi menurut saya hakim sejak dini tidak menerima dan menolak gugatan Dinasti Politik ini karena nuansa politisnya saja tapi tidak ada kompetensi hukumnya,” ucapnya.

Pejabat TUN in casu Presiden lanjut Tina telah “menggunakan kewenangan” mengeluarkan keputusan pejabat Tata Usaha Negara yang merupakan ataupun pejabat adminstrasi negara atau diskresi Presiden.jpN

Komentar