Oleh: Mayjen TNI (Purn) Dr. Saurip Kadi
Dalam rangka menyambut HUT Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 79, Penulis bermaksud mengajak elit bangsa khususnya dan kaum terdidik pada umumnya untuk menemu kenali belenggu realitas yang selama ini memasung NKRI. Dari fakta sosial yang tergelar, sudah 7 presiden dan dalam rentang waktu yang segera memasuki umur 80 tahun, jangankan adil makmur, sekedar tanda-tanda bahwa NKRI bisa mewujud sebagai “Wadah dan Alat Bersama” bagi segenap anak bangsa secara setara saja, belum nampak. Karenanya wajar saja, kalau ada yang pesimis terhadap prediksi lahirnya Indonesia Emas pada 2045 mendatang.
Belenggu Realitas Yang Selama Ini Memasung NKRI.
Tanpa bermaksud menyalahkan siapapun dan apalagi menghinanya, tapi kita tahu bagaimana Bung Karno memimpin negeri ini. Bukankah, dengan UUD-1945 (asli) dan konsep “Demokrasi Terpimpin” nya, telah membuat warga bangsa dalam jumlah tidak kecil menjadi korban pendholiman negara, bahkan Koes Plus dipenjara karena menyanyi, akibat syair lagunya dianggap kontra revolusi. Hal yang sejenis juga Suharto, melalui “Demokrasi Pancasila” nya telah membuat rakyat tak berdosa dalam jumlah besar kehilangan nyawa, sebagian lagi diisolasi dalam wilayah tertentu tanpa melalui proses pengadilan.
Belum lagi puluhan juta lainnya termarginalkan dengan stigma politik EKKA, EKKI dan EKLA, serta Surat Keterangan Bersih Lingkungan. Dan yang pasti dengan konsep “Ekonomi Pancasila” nya, 80% kekayaan nasional kemudian dikuasai 20 Konglomerat kroni Cendana (Miriam Budiarjo Prof, Dasar-2 Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, 1992).
Sementara itu di era transisi demokrasi BJ Habibie, Gusdur dan Megawati banyak melakukan penjungkir-balikkan tata nilai dan kelaziman yang berlaku selama era Orde Baru. Sejarah juga mencatat, saat BJ Habibi berkuasa Timor Timur lepas melalui Referendum, sementara di era Megawati disamping Sipadan dan Ligitan hilang akibat Putusan Pengadilan Internasional, serta penjualan Asset yang dikuasai Negara karena kebijakan BLBI yang dijual dengan harga bantingan.
Begitu pula dengan presiden berikutnya, dengan menggunakan UUD Hasil 4 kali Amandemen, SBY dan JKW dalam prakteknya pedholiman negara dan atau setidaknya pembiaran oleh negara terhadap parktek “Vandalism” dan “Capital Violence” yang dilakukan sejumlah Konglomerat, bahkan “State Terrorism” dalam kerangka Oligharki, terjadi dibanyak tempat.
Bahkan di era Jokowi, sempat terjadi pendholiman negara terhadap ribuan warga bangsa dengan dasar keyakinan agama terhadap pengikut Gafatar, karena dianggap aliran sesat. Belum lagi dalam kaitan masalah kemajemukan bangsa, bukankah selama ini justru menjadi rusak akibat diskriminasi dalam pelayanan umum yang dilakukan secara SAH oleh negara. Kita semua tahu sebelum ada NKRI sudah ada masyarakat adat seperti Samin, Tengger, Dayak, Suku Dalam, dan lain-lainnya, tapi realitanya setelah ada NKRI mereka tidak bisa memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk) kecuali harus berbohong dalam mengisi kolom agama.
Diskriminasi juga dalam palayanan umum, dimana negara tidak mau mengesahkan perkawinan atas wanita Islam dengan pria Non Islam dan juga dalam pengurusan perijinan pendirian rumah ibadah untuk kelompok minoritas pada wilayah tertentu. Namun yang pasti, semua yang dikerjakan Pemerintahan dari ke 7 presiden tersebut kesemuanya adalah KONSTITUSIONAL dan SAH menurut Hukum.
Komentar