Tantangan Hiperealitas di Era Digitalisasi Menurut Prof. Rudy Harjanto

Kemampuan memberikan informasi tambahan ini, lanjut Prof. Rudy, membuka peluang bagi khalayak untuk mendapatkan dua sumber informasi — yang pertama dikendalikan oleh pemilik akun aplikasi, dan yang di luar kendali langsung pemilik akun aplikasi.

Perbedaan informasi ini berpotensi mengubah penilaian, daya tarik, dan kredibilitas konten yang disampaikan oleh pemilik akun aplikasi sosial. Jika informasi ini saling bertentangan, maka akan sulit untuk menarik kesimpulan tentang apa sebenarnya isi informasi yang ingin disampaikan dan berpotensi menjadi hiperealitas.

“Hiperealitas seringkali mempertentangkan simulasi dan representasi. Simulasi adalah simulacrum dalam pengertian khusus, dalam pengertian bahwa sesuatu tidak menduplikasi sesuatu yang lain sebagai model rujukannya, akan tetapi menduplikasi dirinya sendiri,” lanjut Dewan Pakar ASPIKOM tersebut.

Simulacra (Baudrillard, 1981) digunakan untuk menjelaskan kondisi runtuhnya realitas. Keadaan ini menjelaskan realitas diambil alih oleh berbagai rekayasa model seperti citraan, halusinasi, simulasi, dan sebagainya. Rekayasa model tersebut dianggap lebih nyata dari realitas sehingga perbedaan antara realitas dan hiperealitas menjadi kabur.

“Hiperalitas ditandai dengan lenyapnya bentuk asli dari sebuah objek karena diambil oleh duplikasi dari fantasi,” lugasnya.

Hampir sebagian besar kedudukan dunia nyata (real life) saat ini diambil alih perlahan oleh kedudukan dunia maya (cyberspace). Cyberspace memiliki pengertian sebagai suatu bentuk ruang yang di dalamnya orang dapat menciptakan dan mengubah peran, identitas, dan konsep diri mereka sesuai dengan keinginannya. Hal tersebut bisa dicontohkan dengan perilaku banyak orang di media sosial

Dalam dunia maya cakupan informasi pun bisa didapatkan dari berbagai arah. Sehingga tidak heran jika masyarakat saat ini menjadi hiperealitas bukan lagi realitas.

Gaya hidup, citra, dan pembentukan personalitas yang selama ini ditampilkan lewat media sosial dan internet dipandang begitu indah oleh para penggunanya. Padahal kenyataannya tidak semua yang ditampilkan tersebut merupakan realitas yang sebenarnya. Kenyamanan yang diperoleh dalam dunia maya tersebut mungkin saja ternyata berbanding terbalik dengan kondisinya di dunia nyata. Akibatnya ia akan lebih memilih kehidupan di dunia mayanya ketimbang kehidupan sosialnya.

Komentar