“Evaluasi Kebijakan Luar Negeri dan Diplomasi RI: Ekonomi, Pembangunan dan Gender”

Dr. Tatok D. Sudiarto Ketua Program Studi Hubungan Internasional Universitas Paramadina mengungkapkan adanya perbedaan perspektif jika masuk pada pembahasan soal Natuna.

“China tidak mengakui UNCLOS 82 tetapi hanya mengakui garis “9 dashline” membuat China harus bersengketa dengan negara-negara yang berbatasan dengan laut Natuna Utara.” Katanya.

Tatok mengungkapkan bahwa ada beberapa indikator yang harus dikejar yang membuat diplomasi Indonesia harus berubah. Ia memisalkan bagaimana Indonesia bisa merebut pasar non tradisional dari negara-negara yang selama ini kurang dihiraukan karena untuk masuk ke sana membutuhkan cost yang tidak sedikit.

“Namun sekarang, Indonesia harus mampu merebut pasar di negara-negara tersebut. Terutama untuk produk yang berbasis ekonomi kreatif dan ekonomi digital.” Katanya. 

Ia juga menyoroti kondisi pandemi yang membuat kita harus meredefinisi tujuan bahwa penguatan-penguatan ke dalam adalah source yang bagus sebagai modal diplomasi Indonesia ke luar negeri.

“17 SDG’s yang diperjuangkan oleh global society merupakan bahan bagus. Penyesuaian di dalam negeri juga harus dilakukan. Bukan menjadi masyarakat yang tersertifikasi global, tetapi pebaikan-perbaikan yang diharapkan baik untuk kemanusiaan dan perkembangan untuk bisa bersahabat dengan negara perlu terus dibina.” Pungkasnya.

Komentar